TANJUNG, Klikkalsel.com – Karet adalah sebuah komoditi yang digunakan di banyak produk dan peralatan di seluruh dunia (mulai dari produk-produk industri sampai rumah tangga). Sebagai produsen karet terbesar kedua di dunia, jumlah suplai karet Indonesia penting untuk pasar global. Sejak tahun 1980an, industri karet Indonesia telah mengalami pertumbuhan produksi yang stabil.
Tak salah jika banyak masyarakat menekuni usaha perkebunan karet untuk menopang hidupnya, termasuk di Kalimantan Selatan.
Salah satunya Edy rosani, seorang petani karet di Desa Juai, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Ia mengaku menjadi petani karet sejak masih remaja. Pengenalan dunia karet Edy pahami dari keluarganya yang telah turun temurun menggantungkan hidup dari pohon yang dapat berproduksi hingga 25 tahun ini nya.
‘Dalam pohon karet ada segalanya’ itulah istilah yang sang kakek ajarkan kepada Edy ketika masih kecil. Dan istilah akhirnya dipahami Edy ketika beranjak dewasa, dimana saat ia telah menggeluti bisnis ini. Menurutnya terdapat makna yang luar biasa pada kalimat singkat itu.
Berawal dari menanam, menyadap hingga menjual getah pohon karet. Dimana uang hasil penjualan dapat digunakan untuk membeli beras, perabotan hingga sepeda motor. itulah ujar Edy arti dalam pohon karet ada segalanya.
“Kalau nyadap karet, kita jual maka dapat duit. Disitulah bisa beli beras dan lainnya, maka dari itulah ada semuanya dipohon karet,” kata Edy.
Tak salah memang, Edy membuktikan menjadi petani karet memang dapat menopang perekonomian keluarganya. Dari sekedar membeli beras hingga menyekolahkan ketiganya anaknya diakui Edy dari hasil penjualan karet.
Senyum Edy semakin akan sumringah jika harga pasaran karet melonjak. Ketika itu terjadi, maka keuntungan yang didapat Edy dapat berkali lipat dari biasanya. Dipastikan saat itu akan dapat menyisihkan uang penjualan untuk tabungannya.
Baca Juga : Gugur Daun Serang Ribuan Hektar Kebun Karet di Tabalong, Ternyata Ini Penyebabnya dan Penanggulangannya
Baca Juga : Massa Penolak RKUHP Tunggu Komitmen DPRD Kalsel 2 Kali 24 Jam Untuk Sampaikan Aspirasi ke Pusat
Namun menjadi petani karet ujar Edy tidak selalu semanis yang dibayangkan. Adakalanya ujar Edy ia harus merasakan kegetiran. Dimana ia harus dengan sabar merawat pohon karet yang ditanamnya di areal seluas 1 hektar tersebut.
Memiliki tanah 1 hektar yang dimanfaatkan sebagai mata pencaharian petani karet sekilas terlihat sangat menguntungkan, namun ternyata tidak semudah yang dilihat.
“Kita harus sabar meluangkan tenaga untuk memberi pupuk dan sebagainya,” jelasnya.
Tapi yang menyakitkan ujarnya saat tanaman karet miliknya terserang penyakit seperti yang terjadi saat ini. Dimana dalam dua tahun terakhir petani karet Tabalong, khususnya Desa Juai mengalami musibah gugur daun dalam 5 kali setahun, yang mengakibatkan berkurangnya produksi getah.
Kondisi ini diperparah dengan hantaman Covid-19 yang juga memberikan gejolak luar biasa terhadap petani karet. Dimana harga karet di pasar global menjadi tanpa kepastian. Edy hanya dapat mengucapkannya dalam istilah ‘banyak menangis tanpa air mata’.
“Menangis kada bebanyu mata (menangis tanpa air mata),” ucapnya.
Meskipun demikian, Edy berkeyakinan dibalik derasnya hujan terdapat hari yang cerah, penyakit daun gugur yang diduga terjadi karena perubahan iklim akan berhenti ketika musim kemaruan tiba dan harga karet menguat di pasaran. (Dilah)
Editor: Abadi