Kalsel  

MUI Kalsel Dukung Salat Istisqa Sebagai Bentuk Pertobatan Massal Memohon Diturunkan Hujan

Ketua Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel, ustaz Dr. H. Sukarni, M.Ag.

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan (Kalsel) menyambut baik pelaksanaan Salat Istisqa yang akan digelar Pemprov Kalsel di Masjid Al Karomah, Martapura, Kabupaten Banjar, pada Kamis (7/9/2023). MUI Kalsel mengingatkan, kekeringan yang terjadi saat ini perlu direnungkan bersama dalam pertobatan massal melalui Salat Istisqa.

Ketua Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel, Dr. H. Sukarni, M.Ag menyampaikan dalam fikih, salat berarti sejumlah bacaan, gerakan, dan ketulusan hati yang dilaksanakan sesuai tuntunan Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (SAW).

“Dalam shalat ada tiga kelompok rukun: qawli, fi’li, dan qalbi. Adapun istisqa artinya memohon hujan. Jadi Salat Istisqa artinya salat memohon agar diturunkan hujan,” tuturnya, Rabu (6/9/2023).

Ustaz Sukarni menyampaikan, tata cara Salat Istisqa dijelaskan dalam fikih Islam berdasar hadis Rasulullah. Dalam hadis riwayat Ahmad dijelaskan bahwa Rasulullah keluar rumah pada suatu hari untuk memohon diturunkan hujan.

Baca Juga Paman Birin Ajak Umat Muslim Ikuti Salat Istisqa Kamis Ini di Masjid Al Karomah Martapura

Baca Juga Transaksi Kalsel Expo 2023 Tembus Rp 7,6 Miliar, Paman Birin: Tahun Depan Lebih Meriah

“Beliau shalat dua rakaat bersama para sahabat tanpa azan dan iqamat, kemudian beliau berdiri untuk berkhutbah, memanjatkan doa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan seketika itu beliau mengalihkan wajahnya (dari semula menghadap ke arah hadirin) untuk menghadap ke arah kiblat serta mengangkat kedua tangannya, serta membalikkan selendang sorbannya, dari pundak kanan ke pundak kiri, begitupun ujung sorbannya,” ucapnya membacakan hadist.

Dia menambahkan, waktu pelaksanaan salat istisqa’ adalah di siang hari, sebagaimana hadis Rasulullah yang diriwayatkan dari istri beliau, Aisyah Radhiyallahu anha. Dalam hadis, Rasulullah Saw mengerjakan Salat Istisqa setelah matahari muncul di atas permukaan bumi seperti waktu dimulainya salat Idul Fitri atau Idul Adha.

Saat berdoa, Rasulullah memanjatkan permohonan agar Allah memberi pertolongan dengan menurunkan hujan yang tidak membawa mudarat, agar semua manusia, binatang ternak , dan tanah yang kering mendapatkan air kehidupan.

“Bercermin dengan ayat-ayat dalam surah Nuh, Salat Istisqa disertai dengan pertobatan secara tulus. Oleh karena itu, sebelum dan sesudah shalat istisqa, umat Islam, khususnya yang memohon hujan memperbanyak istighfar, permohonan ampun,” kata Ustaz Sukarni.

Dia mengingatkan, mungkin saja, lamanya tidak turun hujan yang berakibat kekeringan adalah akibat dari dosa-dosa hamba yang belum mendapat pengampunan. Sebagaimana Allah Subhanahu wa’ala berfirman:

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy Syuraa: 30).

“Dengan demikian, shalat istisqa bukan saja sebuah ibadah yang secara khusus menjadi wasilah memohon hujan, tetapi juga bermakna sebagai pertobatan massal suatu masyarakat yang sedang mengharapkan hujan,” pungkasnya. (rizqon)

Editor: Abadi