Menakar Kritik BEM UI ke DPR

Etika dan adab yang dipertontonkan menjadi tidak penting ketika para wakil rakyat menapikan aspirasi rakyatnya dan memilih berkompromi dengan eksekutif yang lebih memihak kekuasaan oligarki.

Sikap – sikap seperti tersebut bukan saja mempertontonkan ketidak sopanan, tetapi cenderung sebagai sikap penghianatan dan lebih tidak etis dibanding kritik BEM UI.

Reaksi dari BEM UI adalah imbas dari aksi pemerintah dan DPR yang tidak mengindahkan perintah Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai kekuasaan kehakiman yang harus dipatuhi.

Sangat terang dan jelas, tegas MK memerintahkan agar UU Cipta Kerja diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun. MK juga menyatakan UU tersebut sebagai inkonstitusional bersyarat.

Artinya apa? Bahwa UU Ciptaker itu tidak dapat diterapkan karena inkonstitusional sampai kemudian syarat – syarat yang diperintahkan dipenuhi hingga menjadi konstitusional.

Baca Juga : Seleksi Calon Anggota KPU Kalsel Dikritik Karena Dinilai Tidak Transparan

Baca Juga : IDI Kalsel Tolak RUU Omnibus Law

Namun pemerintah bergeming. Perintah MK tidak dipenuhi dan dijalankan. Alih-alih memperbaiki UU Ciptaker, pemerintah mengeluarkan Perppu UU Ciptaker yang menurut BEM UI tidak memenuhi unsur dan syarat Perppu. Tidak ada kegentingan memaksa yang salah satu alasan bagi terbitnya sebuah Perppu.

Langkah pemerintah adalah sebuah akal-akalan dan otoritarian yang secara terang melawan kekuasaan kehakiman.

UU Cipta Kerja yang dinyakan cacat formil tersebut tetap dipaksakan melalui Perppu dapat dinilai sebagai kudeta dan sikap pembangkangan terhadap konstitusi negara.

Sayangnya DPR yang menjadi kekuatan rakyat di parlemen mengamini sikap membangkang pemerintah. Legitimasi yang rakyat berikan kepada anggota DPR dijadikan alat bukan untuk mengawal kepentingan rakyat. Rakyat ditelikung dengan sikap kompromi menjadi gerbong tidak taat pada perintah MK.

Ihwal itulah yang kemudian membuat BEM UI menyindir keras dengan gambar meme Ketua DPR yang membuat penghuni Senayan kebakaran jenggot.

Tidak ada yang salah dengan sindiran BEM UI terhadap DPR melalui narasi gambar meme Puan Maharani sebagai simbol parlemen.

Hal yang tidak tepat adalah kenapa DPR tersinggung, padahal yang mereka lakukan adalah pembegalan terhadap perintah MK untuk memperbaiki UU Ciptaker, tapi tidak dilakukan.

Jika kita menakar nilai yang BEM UI kritik dengan apa yang DPR lakukan manakah diantara keduanya itu yang lebih tidak bernilai?

BEM UI dan DPR tidak perlu mempersoalkan moralitas, etik, adab dan kesopanan. Nilai – nilai itu tak perlu dipersoalkan. Hal penting adalah bagaimana semua pihak dapat berintrospeksi diri dan konsisten berada di jalur sikap dan aktualisasi yang berlandas moralitas.

Bercerminlah pada diri, perbaiki diri, itu pilihan tepat agar pihak lain dapat serupa dengan nilai – nilai yang diucapkan. Wallahu’alam bisawab (*)

Editor: Abadi