MAKI Minta Polda Kalsel Mencabut Police Line Jalur Hauling Underpass dan Kilometer 101 Tapin

Sidang prapradilam MAKI dan Polda Kalsel di PN Banjarmasin

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Polda Kalsel untuk segera mencabut police line di jalur hauling underpass, Tatakan Kilometer 101, Kabupaten Tapin, karena dinilai telah membuat ribuan sopir dan pekerja tongkang batubara di kawasan tersebut menganggur dan kehilangan pendapatan sehari-hari.

Permintaan itu diungkapkan, H Boyamin Saiman, selaku koordinator MAKI setelah mengikuti sidang Praperadilan terhadap Polda Kalsel di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Senin (3/1/2022).

Kepada awak media, H Boyamin Saiman menegaskan, police line yang kemudian diikuti blokade jalan PT Tapin Coal Terminal (TCT) di Kilometer 101 diduga menyebabkan pengiriman batubara PT Antang Gunung Meratus (AGM) ke PLN menjadi tidak optimal.

“Termasuk pengiriman ke berbagai sektor strategis, seperti perusahaan semen dan berbagai perusahaan yang selama ini menjadi penggerak ekonomi nasional,” ujarnya.

Menurutnya, kebijakan Polda Kalsel melakukan police line di Kilometer 101 secara tidak langsung diduga ikut memicu krisis batu bara saat ini, akibatnya AGM tidak bisa mengirimkan batubara ke PLN dan lainnya.

“Semestinya Polda Kalsel segera mencabut police line itu dan kembali ke konteks hukum yaitu asas kemanfaatan hukum. Saya berharap di tengah ekonomi sulit dan rakyat yang lapar akibat pandemi Covid jangan membuat kebijakan yang menghambat investasi dan ekonomi seperti perintah Presiden Jokowi,” imbuhnya.

Kemudian, sidang praperadilan kembali ditunda hingga 17 Januari mendatang oleh Hakim PN Banjarmasin Agus Putu Wiranata dan meminta pihak pemohon serta termohon untuk melengkapi administrasi.

Pasalnya, dari pemohon masih ada tiga pihak yang tidak hadir dan belum menyerahkan surat kuasa, sedangkan perwakilan termohon Polda Kalsel diminta agar melengkapi surat tugas dari Kapolda.

“Kami patuhi keputusan majelis hakim,” tegasnya.

Baca Juga : Perkelahian Maut di Malam Tahun Baru, Kapolsek Banjarmasin Selatan: Kedua Pelaku Sudah Diamankan

Baca Juga : Jembatan Penghubung Desa Tabunganen Runtuh Akibat Dihantam Air Pasang

Lebih lanjut, H Boyamin mengungkapkan, selama ini AGM merupakan salah satu perusahaan pemegang kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan kontribusi besar terhadap pasokan batubara domestik.

Sepanjang tahun 2021, dari kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) batubara yang ditetapkan pemerintah minimal 25 persen dari produksi, kontribusi AGM mencapai lebih dari 39 persen.

“Kepastian hukum dan investasi harus menjadi prioritas dalam situasi penuh ketidakpastian akibat COVID, hal yang sama, saat ini ribuan sopir dan pekerja tongkang batubara juga butuh kepastian pendapatan akibat akses pekerjaan mereka ditutup police line oleh Polda Kalsel. Kami berharap sidang praperadilan bisa memberikan kepastian bagi ketersediaan pasokan batubara nasional dan nasib ribuan orang yang miskin mendadak di Tapin,” jelas H Boyamin.

Disamping itu, H Boyamin menambahkan pihaknya memberikan apresiasi terhadap langkah cepat PN Banjarmasin karena langsung menggelar sidang praperadilan setelah sepekan lalu didaftarkan.

Menurutnya proses sidang yang cepat ini menunjukkan bahwa pengadilan juga ingin menciptakan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi ribuan orang yang hidupnya terdampak police line Polda Kalsel tersebut.

“Proses sidang praperadilan ini akan menentukan nasib ribuan pekerja tambang batubara dan keluarganya. Pemerintah dan PLN juga menunggu pengiriman batubara dari AGM dapat berjalan optimal lagi setelah sebulan ini terhenti akibat police line Polda Kalsel dan blokade jalan oleh TCT,” ujarnya.

Sebelumnya, MAKI bersama belasan orang pemohon mewakili asosiasi hauling dan asosiasi tongkang batu bara telah mengajukan gugatan praperadilan terhadap Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan pada 28 Desember 2021.

Pihak pemohon adalah Muhammad Sapi’i, Mahyudin, Novarein, Setyawan Budiarto, Fadhor Rahman, Moh Irfan Sudibyo SE, Abdurrahman dan Kartoyo. Kedua asosiasi tersebut memiliki ribuan anggota yaitu sopir hauling dan pekerja tongkang yang kini menganggur sejak Polda Kalsel menetapkan police line pada 27 November 2021.

“Kegiatan penyitaan itu dilakukan tanpa memberikan lampiran atau salinan apapun kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk berita acara penyitaan hingga permohonan ini diajukan dan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin. Kami juga meminta ganti rugi atas kebijakan police line Polda Kalsel itu sebesar Rp2 triliun,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi