Kisah Nyata : Pulang Mudik Bertemu Gerombolan Sosok Menyeramkan

Rudi saat melintas di Kawasan Pegunungan Papua. (Ilustrasi foto: klikkalsel.com)

Mudik Lebaran 2025 menjadi pengalaman yang tak pernah dilupakan Rudi (nama samaran), seorang perantau asal Banjarmasin.

Niat awalnya hanya ingin kembali bekerja setelah berkumpul bersama keluarga selama lima hari di Kotabaru berlebaran. Namun, perjalanan pulangnya justru berubah menjadi malam penuh teror yang membuatnya hampir kehilangan akal sehat.

Minggu, 6 April 2025, sekitar pukul 13.00 WITA. Rudi menyalakan mesin motor tuanya. Angin siang mengiringi niatnya untuk kembali ke Banjarmasin melalui jalur alternatif yang menghubungkan Banjarbaru dan Batulicin. Di mana jalur yang katanya lebih cepat namun sepi dan menantang.

Setibanya di Pelabuhan Ferry Tarjun, Kotabaru antrean panjang warga baik pemotor maupun mobil membuat Rudi baru bisa menyeberang sekitar pukul 15.00 di Batulicin. Selepas pelabuhan, deru kendaraan langsung memecah sunyi jalanan.

Tapi motor Rudi tak mampu menyaingi kecepatan kendaraan lain. Perlahan, ia tertinggal jauh dari yang lain dan sendirian.

Berharap cahaya matahari terus bersinar sebelum masuk Kabupaten Banjar. Namun saat jam menunjukkan pukul 18.30 WITA dan matahari mulai redup, Rudi sadar satu hal ia belum melewati Kabupaten Banjar.

Sebaliknya, ia justru memasuki kawasan hutan dan perbukitan yang disebut warga sebagai Gunung Papua. Tempat itu lengang, tanpa penerangan, hanya suara mesin motornya sendiri yang menemani memecah kesunyian.

Dan saat itulah, teror dimulai. Di mana salah satu tanjakan, cahaya lampu motornya menyapu bayangan-bayangan samar di tepi jalan. Sosok-sosok itu diam berdiri. Wajah pucat. Pakaian kotor dan berlumuran tanah. Tidak satu pun bergerak. Tidak satu pun menoleh, semua menatap ke bawah.

“Saya sempat memperlambat motor. Mereka seperti patung. Tapi wajah-wajahnya tidak wajar,” tutur Rudi.

Beberapa saat, Rudi melaju melewati mereka, berusaha tenang dan tak berpikir yang aneh-aneh. Tapi nasib buruk tak berhenti di situ. Di sebuah turunan curam, Rudi tergelincir. Motornya terjatuh. Lututnya berdarah. Lalu ia bangkit, menyalakan mesin dan mencoba tetap waras. Tapi hanya beberapa menit kemudian, lebih banyak sosok muncul, dan kali ini wajah mereka tak hanya pucat. Tapi hancur, membusuk, dan tak utuh.

“Ada yang tak punya mata, ada yang wajahnya sebagian tinggal tengkorak dan ada pula dari yang mengeluarkan suara seperti menangis. Saat itu saya sangat kaget. Saya berkali kali mengucap Astaghfirullahaladzim dan terus bersalawat,” ungkap Rudi.

Rudi sadar dan tau tak bisa mengebut. Jalanan penuh tikungan dan turunan curam. Di kanan jurang. Di kiri bukit. Dan sepanjang jalan, makhluk-makhluk itu terus muncul. Berdiri. Duduk. Menatap tanah atau menatapnya dengan pandangan kosong seperti dari alam lain.

“Di atas motor saya diam dan terus bersalawat dalam hati. Sesekali saya tatap di kerumunan mereka, sembari menyalakan rokok. Saya hanya menunggu dan perlahan mereka menepi. Sebagian masuk ke hutan. Sebagian naik ke bukit. Dan menghilang. Tapi saya tahu mereka belum pergi,” ucap Rudi.

Setelah tak terlihat kerumunan, Rudi melanjutkan perjalanan. Hingga pukul 20.30 WITA, akhirnya Rudi tiba di kawasan Mandiangin wilayah Kabupaten Banjar. Ia berhenti di sebuah warung kecil untuk menenangkan diri.

Penjaga warung menatapnya, lalu bertanya pelan, “Pian lewat gunungkah tadi, melihatkah ? (bahasa Banjar). Dari arah gunung, melihat sesuatu ya?,” kata sang penjaga warung.

Rudi mengangguk. Sang penjaga langsung mengucap Alhamdulillah.

“Untung selamat, Jalur itu bukan cuma sepi. Banyak yang lihat hal-hal aneh. ” ucapnya lagi.

Rudi hanya diam. Dalam hatinya, ia tahu jalan itu, bukan jalan biasa. Mungkin itu jalan para arwah, tempat mereka yang tak tenang tinggal dan menunggu. Siapa pun yang melintas bisa saja bertemu dengan mereka. (azka)

Editor : Akhmad