Kasus Ratu Arisan Online RA Telah P21, Mungkinkah Para Korban Mendapatkan Uangnya Kembali?

Kepala Subseksi Prapenuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Radityo Wisnu Aji

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kasus penipuan bandar arisan online Banjarmasin, RA alias Ame dengan nilai yang fantastis sudah memasuki pengembangan perkara tahap 2 atau P21 (berkas hasil penyidikan suatu perkara sudah lengkap) di Kejaksaan Negeri Banjarmasin.

Hal tersebut diungkapkan langsung kepada klikkalsel.com oleh Kepala Subseksi Prapenuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Radityo Wisnu Aji yang juga sebagai Jaksa Penuntut Umum dalam perkara tersebut.

“Iya, perkembangan perkaranya benar telah dilakukan tahap 2, artinya berkas perkaranya sudah dinyatakan lengkap atau P21 dari penyidik ke kejaksaan,” kata pria yang akrab disapa Radityo, Rabu (27/4/2022).

Penetapan P21 itu perkara arisan online itu, kata Radityo diserahkan kepada pihaknya sekitar beberapa hari yang lalu.

“Dari penyidik Polresta Banjarmasin ke kejaksaan kemarin pada tanggal 21 April 2022 lalu, diserahkan berupa barang bukti perkara arisan online,” ujarnya.

Untuk kemudian, sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) pihaknya telah menyiapkan sejumlah administrasi yang nantinya akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin guna menentukan tanggal persidangan.

“Rencananya setelah libur panjang lebaran, akan kita ajukan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin,” tuturnya.

Sementara ini, dalam perkara arisan online dengan tersangka RA alias Ame, pihaknya melakukan persidangan secara bertahap dari jumlah pelapor yang menjadi korban arisan online tersebut.

Baca Juga : Diduga Ratu Arisan Bodong Pesan Makan Dari Balik Tahanan, Ini Faktanya!

Baca Juga : Bersama RKB, Ketua PKK Balangan Bagikan Ratusan Takjil Kepada Masyarakat

Sehingga pihaknya, memutuskan untuk menyidangkan pertama perkara ini hanya 7 korban dengan kerugian kurang lebih Rp 650 juta.

“Untuk korban-korban lain nanti akan menyusul di berkas perkara selanjutnya,” tegasnya.

“Jadi informasi yang kami dapat sementara ini di Polresta Banjarmasin ada 2 perkara yang ditangani yaitu 1 yang dinyatakan lengkap 1 lagi masih bergulir. Kemudian 2 perkara ditangani oleh Polda Kalsel,” lanjutnya.

Adapun barang bukti yang akan dipersidangkan dalam perkara ini, kata Radityo ada sebuah Rumah di Jalan Pramuka dengan nilai taksirannya sekitar Rp 550 juta dan uang sekitar Rp 90 juta yang merupakan hasil pengembalian dari rekanan bisnis tersangka.

“Kemudian ada barang-barang elektronik seperti televisi, headphone. Tas-tas bermerek sandal, sepatu, baju dan barang lainya yang diduga hasil dari kejahatan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, kata Radityo, sementara ini yang terungkap dari berkas perkara, kasus ini tidak ada ditemukan sistem arisan atau bisa dikatakan fiktif arisannya.

“Jadi memang tersangka ini, dia hanya menawarkan para korban tapi tidak ada sistem arisan yang dibuat oleh tersangka sendiri dan itu pun sudah diakui oleh tersangka,” ungkapnya.

Atas dasar tersebut, pihak JPU mendakwa tersangka dengan dakwaan penipuan, dilapis dengan penggelapan dan dilapisi lagi dengan UU ITE.

“Karena dia menawarkan arisannya lewat Instagram,” imbuhnya.

Disinggung terkait peluang para korban penipuan arisan online untuk mendapatkan uangnya kembali, Radityo menjelaskan ada sejumlah mekanisme yang dapat ditempuh.

Pertama melalui gugatan ganti rugi yang digabungkan dengan perkara pidana, hal itu sudah diatur dalam kitab undang-undang hukum acara pidana.

Lalu, yang kedua menggunakan metode Restitusi tindak pidana. Namun, prosesnya lebih rumit, karena nantinya para korban harus membuat satu paguyuban atau perkumpulan terlebih dahulu yang kemudian dilakukan pendataan secara faktual.

“Setelah itu, data tersebut dimintakan penetapan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lalu dari situ akan mengeluarkan SK yang menyatakan para korban benar dari paguyuban adalah korban dari tindak pidana yang dilakukan tersangka,” jelasnya.

Dari hal tersebut, barulah nanti gugatan Restitusinya digabung dengan tuntutan pidana, sehingga barang bukti yang disita dapat diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian para korban.

Kendati demikian, melihat dari yang disita penyidik sementara ini, dinilainya belum mencukupi pengembalian kerugian para korban.

“Ini yang masih diusahakan oleh penyidik untuk menelusuri aset-aset yang bersangkutan. Kalau nanti bisa ditemukan aset atau sisa uang, mungkin nanti bisa dilakukan penyitaan, alat bukti lalu diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian korban,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi