Fakultas Hukum ULM Menilai Kasus Pemerkosaan Mahasiswi oleh Mantan Polisi Sudah Direncanakan

ilustrasi pemerkosaan

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kasus Pemerkosaan terhadap salah satu mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) berinisial PDVS yang dilakukan mantan anggota Polresta Banjarmasin, BT terus berlanjut.

Meski sebelumnya Kapolresta Banjarmasin Kombes Pol Sabana Atmojo, Selasa (25/1/2022) telah mendatangi Fakultas Hukum ULM untuk menyampaikan permintaan maaf terkait kejadian yang menimpa Mahasiswi Fakultas Hukum ULM tersebut.

Permintaan maaf berjalan dengan lancar, namun upaya pihak Fakultas ULM tetap akan melanjutkan permasalahan kasus tersebut.

Disampaikan salah satu anggota Tim Keadilan untuk PDVS di Fakultas ULM, Ahmad Ratomi, bahwa dalam sistem pengadilan pidana, saat korban melapor, maka ia mewakilkan dirinya pada negara. Pun demikian saat prosesnya berlangsung.

“Maka ada tanggung jawab moral terhadap perkara yang dijalani korban. Maka setiap tahapan yang dijalani, korban mestinya diberitahu,” ujarnya, Selasa (25/1/2022).

Selain itu menurutnya harus diberikan penegak hukum. Baik saat ditangani pihak kepolisian, mau pun kejaksaan. Hal ini sebagai bentuk transparansi dari penegak hukum.

“Tujuannya, agar tidak ada kesan bahwa kasus ini ditutup-tutupi atau  disembunyikan,” lanjutnya.

Namun dalam hal ini terdapat beberapa fakta, bahwa korban justru terkejut karena ternyata prosesnya sendiri sudah sampai pada putusan pengadilan. Artinya, korban tidak mengetahui, kapan putusan itu dibacakan.

“Salah satu hak korban itu, mengetahui perkembangan perkaranya,” jelasnya.

Baca Juga : Siaran Pers Dari ULM Banjarmasin Terkait Kasus Pemerkosaan Oleh Oknum Polisi, Ini Tanggapan Kapolresta Banjarmasin

Baca Juga : Legislator Kalsel di Senayan Minta Presiden Antisipasi Konflik di Kalimantan Akibat Pernyataan Edy Mulyadi

Kemudian, bila melihat kasus yang ada, Ratomi mengatakan, bahwa mestinya jaksa bisa menggali dan merespon, bagaimana keadaan korban.

“Kasus ini kami rasa, ibarat pembunuhan seperti pembunuhan berencana. Sehingga hukumannya itu lebih berat,” tegasnya.

Selain itu, dari kronologis yang disampaikan oleh korban, pelaku diketahui menyiapkan minuman yang kemudian diminum oleh korban, meskipun semula korban sempat menolak lantaran melihat tutup botol minuman sudah terbuka.

“Di sini ada benak bahwa si pelaku, ingin korbannya pingsan tidak berdaya lalu diperkosa. Ini sebenarnya yang tidak diperhatikan oleh jaksa dalam hal menuntut. Dan hakim yang memberi putusan,” ujarnya.

“Niat jahat pelaku sudah ada. Bahkan sudah jauh hari, itu yang harus diperhatikan. Berbeda cerita bila misalnya pelaku sedang jalan-jalan, lalu tiba-tiba melihat wanita cantik seksi kemudian memperkosa, itu tidak berencana,” sambung Dosen Pidana di Fakultas Hukum ULM tersebut.

Sementara itu menurut keterangan Ketua Tim Advokasi Keadilan untuk PDVS, Erlina, korban sebelumnya mendapatkan dua buah surat yakni surat permohonan maaf dan surat perdamaian.

Namun korban mengaku sama sekali tidak mendatangani surat perdamaian. Alias hanya menandatangani surat permohonan maaf.

“Karena dalam klausul surat perdamaian, mencabut tuntutan hukum. Korban tak mau menandatangani itu. Korban tak mau berhenti untuk proses hukumnya,” pungkasnya.(fachrul)

Editor : Amran