BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kasus korupsi yang dilakukan para pemangku kebijakan di Indonesia bukan hal baru untuk diperdebatkan. Karenanya pengertian beserta penyebab dan cara mengatasi korupsi merupakan sesuatu hal yang sangat menarik untuk dipelajari.
Menyoroti hal tersebut, Dr Afif Khalid, Akademisi Universitas Islam Kalimantan (Uniska) MAB ini menggambarkan mengapa orang bisa terjerat pidana korupsi. Hal itu dimulai adanya praktek penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan negara.
“Kita tidak menyebut oknum siapa, namun korupsi terungkap kebanyakan dilakukan oleh pejabat yang punya kuasa kebijakan dan ujung-ujungnya merugikan negara,” jelasnya, Selasa (14/2/2023)
Kemudian, kata Dekan Fakultas Hukum Uniska itu, menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi. Menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi.
“Diantaranya, bentuk atau jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan. Seperti menimbulkan kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan Gratifikasi,” jelasnya.
Lebih lanjut, melawan hukum untuk memperkaya diri juga merupakan bentuk praktek korupsi yang tertuang dalam Pasal 2 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001
Baca Juga : Mardani H Maming Divonis 10 Tahun Penjara dan Diminta Membayar Uang Pengganti Rp 110 Miliar Lebih
Baca Juga : Video Remas Payudara di Sirkuit Marido Tabalong Ditangani Polisi
Pasal ini menjelaskan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun.
“Tidak hanya itu, juga mendapat denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” ungkapnya.
“Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati juga dapat dijatuhkan,” tambahnya.
Kemudian, kata Afif, rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun 1971. Sampai dengan saat ini, termasuk pasal paling banyak digunakan untuk memidana koruptor.
Terkait menyalahgunakan kewenangan, diatur pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 yang berbunyi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Maka akan dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama dua puluh tahun dengan denda hingga Rp 1 miliar.
“Masih banyak lagi, namun perlu diketahui yang namanya korupsi adalah perbuatan tercela dan merugikan banyak orang, sehingga diperlukan upaya pemberantasan praktik korupsi yang mana masih terus dimaksimalkan sampai sekarang ini,” pungkasnya. (airlangga)
Editor: Abadi