Wakil Rektor Uniska: Mahasiswa Bisa Dapat Gelar Sarjana Tanpa Skripsi

Wakil Rektor satu Uniska Dr Mohammad Zainul

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Para mahasiswa di perguruan tinggi kini tidak lagi wajib mengerjakan skripsi saja sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana.

Hal tersebut seiring dengan pemerintah yang diketahui telah menyerahkan penentuan pilihan bentuk tugas akhir bagi mahasiswa itu kepada setiap perguruan tinggi.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan.

Disampaikan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode Ke-26 tentang Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, Selasa (29/8/2023), di Jakarta.

Berhubungan dengan itu, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (UNISKA MAB) rupaya sudah mulai menerapkan sistem opsi menjadi sarjana tidak harus mengerjakan skripsi.

Rektor Uniska Prof Abdul Malik melalui Wakil Rektor 1 Dr H Mohammad Zainul, mengatakan, bahwa Uniska sudah mulai menerapkan sistem itu sesuai peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan.

Baca Juga Mahasiswa Tak Wajib Skripsi, Ini Kata Pengamat Pendidikan

Baca Juga Bantuan Dana 5 Juta Bagi Mahasiswa Menyusun Skripsi, Jalur Hasnuryadi Tersedia 40 Slot

“Jadi bisa tanpa skripsi, tapi nilai kualifikasinya setara seperti dengan melakukan penelitian dan keterlibatan melakukan proyek dasar atau menemukan prototipe dan sebagainya,” kata Wakil Rektor 1 Uniska, Senin (25/9/2023) kepada klikkalsel.com

Ketentuan dalam hal ini juga telah diserahkan kepada perguruan tinggi masing-masing untuk bagaimana ketentuannya sebagai opsi tugas akhir mahasiswa di perguruan tinggi untuk mendapatkan gelar serjananya.

“Di Uniska sebagaimana perguruan tinggi resmi dan lembaga pendidikan tidak bisa memaksakan mahasiswa harus atau tidak melakukan skripsi sebagai tugas akhirnya,” ujarnya.

“Itu tergantung dari inisiatif dari mahasiswanya, misalkan mau membuat karya ilmiah atau penelitian dan kualitasnya setara dengan skripsi maka akan bisa saja,” sambungnya.

Lebih lanjut, kata Zainul, dalam melakukan penelitian sebagai tugas akhir mahasiswa tersebut juga akan mendapatkan dosen pembimbing sama seperti melakukan skripsi.

Artinya, kebijakan ini tidak menghilangkan hal mendasar dari metode dan tahapan penelitian mahasiswa, seperti keharusan tetap ke lapangan untuk menangkap fenomena yang menjadi masalah, observasi, koleksi data, wawancara sebagainya.

“Proses penyajian terkait paparan tugas akhir (presentasi tugas akhir) tetap akan dilaksanakan. Intinya, yang menjadi perbedaan adalah kemasan akhir,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi