Tim Paman Birin Usut Satu Alat Bukti di MK yang Diduga Merupakan Praktek Kongkalikong Antara Denny Indrayana Dengan Bawaslu

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor – Muhidin (BirinMu) menilai banyaknya kecurangan dan kebohongan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi oleh Paslon Gubernur Kalsel nomor 2 Denny-Difri.

Hal tersebut disampaikan ketua tim pemenangan Paslon BirinMu, Rifqinizami Karsayuda.

Dalam laporan yang diajukan Paslon Gubernur Kalsel nomor urut 2 ke Mahkamah Konstitusi (MK) terdapat beberapa lampiran bukti yang dinilai berisi kepalsuan.

Perlahan tetapi pasti. Pihak BirinMu rupanya sudah mulai menemukan satu persatu kebohongan yang dilakukan oleh Paslon nomor 2 Denny-Difri.

“Kebenaran satu persatu terungkap sampai saat ini tiga fakta yang memperlihatkan kebohongan dan kepalsuan secara telanjang,” ungkapnya, Rabu (26/5/2021).

Pertama hasil survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang disebutkan oleh prof Denny Indrayana 74% masyarakat Banjar memilih karena uang.

“Direktur eksekutif SMRC Sirajuddin Abbas telah kami wawancarai dan hasil rekaman wawancaranya kami punya yang bersangkutan menyatakan tidak pernah melakukan survei Kalsel,” ujar Rifqi.

“Bagaimana bisa ada hasil, kalau tidak melakukan survei. Tetapi hasil itu dijadikan salah satu alat bukti di MK,” tambahnya.

Kemudian kebohongan kedua yang di juga mulai terungkap yakni substansi pernyataan Abdul Muthalib yang merupakan komisioner KPU Kabupaten Banjar.

Dimana penyidik Polda Kalsel dengan terang-benderang telah mengumumkan kepada rekan-rekan pers bahwa tidak ada kecurangan sebagaimana pernyataan yang disampaikan oleh pihak Denny-Difri.

“Kami meyakini proses hukum ini akan terus berlanjut terlepas apakah surat itu dibikin oleh yang bersangkutan atau tidak tetapi secara substansi dengan pernyataan penyidik dari Polda Kalsel itu kami meyakini bahwa alat bukti yang dibawa oleh Denny Indrayana ke MK adalah palsu,” paparnya.

Lalu yang paling disoroti yakni adanya salah satu alat bukti, yang merupakan sebuah kajian hukum internal Bawaslu Kalsel, yang tidak mungkin di publikasikan karena sebagai bahan pengambil keputusan di Bawaslu dalam pleno yang diikuti oleh lima komisioner Bawaslu.

“Kami saat ini sedang mendalami adanya satu hasil kajian hukum Bawaslu Kalsel yang dilakukan oleh divisi penanganan pelanggaran Bawaslu yang kajian hukum ini berdasarkan peraturan perundang-undangan bersifat kajian internal. Harusnya menjadi bahan bagi pengambilan keputusan di Bawaslu dalam pleno yang diikuti oleh lima orang pimpinan Bawaslu,” jelasnya.

Menurutnya kajian hukum ini tidak pernah dibawa dalam pleno dan diketahui dalam pleno-pleno sebelumnya yang dilakukan oleh Bawaslu Kalsel seluruh pelaporan Denny Indrayana ditolak oleh Bawaslu Kalsel karena dianggap tidak memenuhi bukti dan unsur.

“Tapi belakangan kajian hukum yang dilakukan oleh salah satu divisi penanganan pelanggaran atau sengketa di Bawaslu ini justru dijadikan alat bukti ke MK dan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),” ucapnya.

Untuk itu terdapap dua hal yang menjadi pencermatan tim BirinMu. Pertama adanya satu dokumen yang sebetulnya hanya berlaku internal ternyata bisa diperoleh oleh Denny Indrayana itu dijadikan alat bukti ke MK dan ke DKPP.

“Artinya ada kesengajaan memberikan dokumen yang bersifat internal dan rahasia kepada pihak-pihak tertentu sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam konteks sengketa baik ke MK maupun DKPP,” kata Rifqi.

Kemudian yang kedua pihaknya juga menemukan fakta bahwa kajian yang menjadi salah satu alat bukti ke MK dan DKPP tersebut rupanya tidak pernah dipresentasikan dan dibawa ke pleno.

Bahkan menurutnya kajian tersebut terlihat dibuat menggunakan tanggal mundur untuk seolah-olah telah dibuat dan telah dipresentasikan oleh beberapa komisioner di Bawaslu Kalsel.

“Kami sedang melakukan pengusutan secara serius kami akan melakukan langkah-langkah hukum secara serius. Saya juga akan membawa persoalan ini secara serius ke DPR RI untuk kemudian melihat satu fenomena baru praktek kecurangan yang terstruktur dan masif,” tuturnya.

“Dulu kita hanya mengetahui bahwa kecurangan terstruktur dan masif melibatkan paslon dan rakyat sebagai pemilih. Sekarang bergeser proses kecurangan terstruktur dan masif itu bergeser menjadi kongkalikong antara paslon dan penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu,” sambung dia.

Ini dinilai menjadi salah satu paraktek baru dalam pelanggaran hukum dan kepemiluan di Indonesia yang apabila bisa di bongkar efeknya tentu sangat membahayakan bagi praktek-praktek demokrasi yang bersih, demokrasi bermartabat dan demokrasi yang selama ini di harapkan untuk melahirkan pemimpin-pemimpin.

“Mungkin dengan rakyat itu tidak dilakukan. Tetapi ini merupakan kongkalikong yang dilakukan antara paslon dan penyelenggara. Kalau ini bisa kita buktikan dan bisa membongkar tentunya ini merupakan satu kejahatan kepemiluan yang besar di republik ini,” pungkasnya. (fachrul)

Editor: Abadi

Tinggalkan Balasan