Sejumlah Burung Kontes Masuk Satwa Dilindungi, Begini Tanggapan Ketua P3SI

Ketua Bidang Konservasi Persatuan Pelestari Perkutut SeIndonesia (P3SI) Pusat, H Winardi Sethiono. (foto : baha/klikkalsel)

BANJARMASIN, klikkalsel – Penggila burung berkicau tak lagi bebas mengadakan kontes. Itu menyusul terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tentang bertambahnya daftar satwa dilindungi dari 294 menjadi 921 jenis.

Dimana pada Beleid bernomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 itu ada sejumlah burung kontes yang dicantumkan dalam daftar satwa dilindungi.

Diantaranya burung perkutut, Hwa Mei (Garrulax canorus), poksai hitam (Garrulax chinensis), dan kenari (Serinus canarius). Sementara jenis burung lokal yang biasa dikonteskan adalah cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus), kucica hutan atau murai batu (Copsychus malabaricus), dan kacamata jawa (Zosterops flavus).

Ada pula lovebird (Agapornis sp.), cica daun besar atau cucak hijau (Chloropsis sonnerati), kacer sumatra (Copsychus saularis), anis kembang (Geokichla interpres) dan Kenari (Serinus canarius).

Pun demikian, Ketua Bidang Konservasi Persatuan Pelestari Perkutut Se-Indonesia (P3SI) H Winardi Sethiono menilai positif kebijakan tersebut.

“Peraturan Menteri LHK untuk melestarikan beberapa satwa liar sudah sewajarnya diterapkan,” katanya, saat ditemui klikkalsel.com, Kamis (9/8/2018).

Hanya saja, menurutnya sebelum Menteri LHK mengeluarkan aturan tersebut, harusnya didata terlebih dulu stok satwa yang mana ingin dibudidayakan oleh pemerintah lewat dinas terkait.

“Data secara detail hewan mana yang dibolehkan dan hewan mana yang tidak dibolehkan untuk membudidayakan, baru terbitkan aturannya. Itu juga demi kasus seperti flu burung yang dikatakan hewan unggas tidak terulang,” tegas Ketua DPW Jaringan Pendampingan Kebijakan Pembangunan (JPKP) Kalsel ini.

Sebagai pengusaha pemakaran burung perkutut, ia memberi saran agar pihak terkait seperti BKSDA bisa mensosialisasikan hewan unggas, khususnya burung yang menjadi satwa dilindungi maupun tidak.

Apabila membelajaran tentang pembudidayaan satwa liar itu dijalankan pada masyarakat. Maka dia menilai hewan atau satwa di Indonesia bisa terus bertambah serta sekaligus membantu penghasilan mereka sendiri.

Diketahui bila melanggar aturan main tersebut,  sanksi yang dikenakan adalah penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta, sesuai Pasal 40 UU No. 7/1999.

Sementara, bila lalai, akan ada sanksi pidana maksimal 1 tahun dan denda paling banyak Rp50 juta. (baha)

Editor : Farid

Tinggalkan Balasan