Sejarah Sejumlah Peristiwa Besar di Bulan Ramadhan Hingga Perang Banjar

Ilusterasi perang Banjar (sumber : Mansyur)

“Momen itu terjadi Jumat pagi, 25 Ramadhan 479 H,” ungkapnya.

Demikian halnya dalam sejarah Banjar. Ramadhan juga menyimpan catatan perjuangan.

Pada bulan suci umat Islam itu, menjadi momentum jihad Pangeran Antasari, ketika Perang Banjar Meletus untuk pertama kali pada hari kamis, 28 April 1859 M atau 24 Ramadhan 1275 H.

“Dari sinilah narasi sejarah Banjar tertulis, bahwa panji yang dikibarkan Antasari untuk mengusir penjajah adalah satu, yaitu panji jihad fi sabilillah,” terangnya.

Perang Banjar dari tahun 1859 hingga 1905 itu, kata Mansyur, merupakan salah satu epic perlawanan masyarakat Banjar terhadap kolonial Belanda. Dimulai dengan penyerangan Benteng Oranje Nassau di Pengaron yang pimpinan langsung oleh Pangeran Antasari.

Perang Banjar dalam versi Belanda akan mencapai titik nadir ketika Pangeran Hidayatullah ditipu Belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah).

“Kemudian Pangeran Hidayatullah, pada Minggu 2 Maret 1862 dibawa dari Martapura untuk diasingkan ke Cianjur. Peristiwa itu Bertepatan dengan awal puasa yakni 1 Ramadhan 1278 H,” ujarnya.

Setelah Pangeran Hidayatullah diasingkan, kata Mansyur, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari.

Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar, serta mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan melawan penjajah. Maka momentum Ramadhan pun dipakai untuk memperjuangkannya.

Kemudian, kata Mansyur, pada jumat 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, juga menjadi momen besar dalam sejarah Banjar.

“Kala itu, seluruh rakyat, para panglima Dayak, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar, dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi ‘Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin’. Pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi,” jelasnya.

“Satu kalimat heroik sebagai pembuka momentum ini yakni ketika Antasari memulainya dengan seruan ‘Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah’,” sambungnya.