Sejarah Sejumlah Peristiwa Besar di Bulan Ramadhan Hingga Perang Banjar

Ilusterasi perang Banjar (sumber : Mansyur)

Lebih lanjut, kata Mansyur pada Bulan Ramadhan dalam sejarah banjar juga terukir cerita pahit. Tepatnya 33 tahun sebelum dimulainya perang Banjar.

“Yaitu ditandatangani perjanjian antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Adam. Perjanjian itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Tatas, Banjarmasin, pada Kamis, 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H,” ungkapnya.

Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia.

Dalam perjanjian tersebut, kata Mansyur, Kesultanan Banjar mengakui suzereinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman.

Berdasarkan perjanjian ini maka kedaulatan kerajaan keluar negeri hilang sama sekali, sedangkan kekuasaan ke dalam tetap berkuasa dengan beberapa pembatasan dan Residen berperan sebagai agen politik pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Dengan dasar perjanjian dengan VOC yang terdahulu, dan berdasarkan perjanjian ini, maka Belanda dapat mencampuri pengaturan permasalahan mengenai pengangkatan Putra Mahkota dan Mangkubumi.

“Hal inilah yang mengakibatkan rusaknya adat kerajaan dalam bidang ini, yang kemudian menjadikan salah satu penyebab pecahnya Perang Banjar,” jelasnya.

Kemudian, kata Mansyur, 36 tahun sebelumnya Sultan Sulaiman, Banjarmasin juga pernah mengirimkan surat Gubernur Jenderal VOC, Willem Arnold Alting, juga mengambil momentum Ramadhan.

“Sultan Sulaiman mengirim surat pada hari selasa yang bertepatan dengan 2 Ramadhan 1206 H. atau 24 April 1792. Isi suratnya membicarakan harga barang-barang yang ditukar antara kedua pihak, serta keluhan bahwa hak Sultan atas separuh cukai tidak mau dibayar oleh Fetor setempat.” tuturnya.

Kendati demikian, kata Mansyur, terlepas dari kisah pahit manis, derai tawa dan air mata, yang ada dalam catatan historis Sejarah Banjar, bisa ditarik benang merah bahwa Ramadhan menjadi momentum jihad. Menjadi pemicu untuk berjuang di jalan Allah.

“Jihad yang bersifat produktif dalam konteks sekarang adalah bagaimana mengisi kemerdekaan dengan potensi yang dimiliki umat. Arah jihad untuk melahirkan kemaslahatan bagi warga Banua Banjar. Baik jihad melawan hawa nafsu, jihad dalam pendidikan, maupun kesejahteraan sosial,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi