Prof Oman Kagumi Manuskrip Datu Kelampayan, Perkirakan Kertas Berasal Dari Awal Abad 19

Prof Oman Fathurahman saat diperlihatkan manuskrip kitab Sabilal Muhtadin karangan Datu Kelampayan di rumah Guru Ahmad Daudi. (Mada Al Madani)

MARTAPURA, klikkalsel.com – Prof. Dr. Oman Fathurahman lakukan pengkajian manuskrip Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang disimpan Guru Ahmad Daudi yang merupakan zuriat ke7, Minggu (09/06/2024) pagi.

Dalam pengkajian manuskrip Datu Kelampayan tersebut, Prof Oman diperlihatkan salah satu kitab karangan Jaddina Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, salah satunya adalah kitab Sabilal Muhtadin yang sering diajarkan pada majlis di Kalimantan Selatan (Kalsel).

Prof Oman dari “Ngariksa” ini mengakui, jika dari hasil pengamatannya, manuskrip Datu Kelampayan ini memang masih asli, dilihat dari kertas tempat menorehkan tinta dengan aksara arab melayu oleh Datu Kelampayan ini, diperkirakan berasal dari awal abad 19 Masehi.

“Manuskrip yang disimpan Guru Daudi ini sangat bagus, bahkan sudah dikonservasi dan dilaminasi dengan kertas Jepang. Itu sangat mahal,” ucapnya kepada klikkalsel.com.

Bahkan, lelaki kelahiran Kuningan Jawa Barat sangat kagum dengan manuskrip Datu Kelampayan ini, pasalnya pada beberapa daerah di Indonesia, beberapa manuskrip sudah hilang (tidak ada yang bisa membacanya bahkan diajarkan).

Namun lain hal yang ada di Kalsel, manuskrip karya Datu Kelampayan ini masih dipelajari, bahkan tidak hanya bagi keturunan namun juga para santri.

“Ini sangat mahal sekali, karena karya dari ulama ini masih dipelajari bukan hanya dari juriatnya, tapi oleh orang banyak. Saya kebetulan meneliti manuskrip Islam ini di beberapa wilayah, dan yang masih hidup itu tradisinya beberapa saja. Seperti di Aceh, tapi tidak sebesar ini syiarnya,” ungkapnya.

Lebih lanjut ia menceritakan, pada daerah Minangkabau manuskrip Sumatra Barat, manuskrip di sana hanya tersimpan di lemari surau saja. Namun ketika dia bertandang ke Kalimantan Selatan, melihat langsung manuskrip Islam ini dipelajari secara turun temurun hingga saat ini, hal tersebut yang menjadikan prof Oman merasa menaruh kagum.

“Saya sudah lama mengenal karya ulama nusantara termasuk Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari ini, sejak saya berkenalan dengan manuskrip Islam pada 1996 lalu, dan baru ini saya mendengar langsung dibacakan. Bahkan jemaah majelisnya memegang kitab yang sudah dicetak ulang dan mereka bisa membacanya,” tuturnya kagum.

Dia juga bersyukur bisa mendapatkan sanad (ijazah) secara langsung dari Guru Ahmad Daudi yang merupakan keturunan Datu Kelampayan.

Menurut saya ini harus ditradisikan dan dilestarikan, bahwa tradisi keilmuan di kampus agar tidak kering, mungkin di kampus dididik akal dan logika, tapi hatinya juga harus disiram, agar nalar dan hati bisa melengkapi.

“Karena jika hanya belajar secara ilmiah saja, mungkin belum tentu menjadi amaliah. Menurut saya ini (manuskrip datu kelampayan, red) sangat berharga untuk melengkapi kekurangan yang selama ini saya sudah tahu, namun baru lahirnya saja (luar atau kulitnya, red),” ujarnya.

Baca Juga : Majelis Kegiatan Rutin di Makam Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, Cek Jadwalnya

Baca Juga : Wujud Syukur Haul Datu Kelampayan ke-218, Paman Birin Pastikan Masjid Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Diresmikan Tahun Ini

Selain itu ia mengatakan, jika di negara luar sendiri seperti Patani dan Thailand Selatan serta Filipina Selatan, saat ini hampir punah generasi yang bisa membaca manuskrip yang ada di sana.

“Kita harus sadar kalau ini adalah sebuah kekayaan kita, dan harus dilestarikan,” cetusnya.

Prof Oman saat mengecek kertas manuskrip Datu Kelampayan di cahaya matahari. (Mada Al Madani)

Sementara itu, Guru Ahmad Daudi mengatakan, pihaknya selaku zuriat Datu Kelampayan mengucapkan terimakasih kepada prof Oman, karena beberapa saat lalu sempat terhenti dalam pembelajaran, namun dengan datangnya Prof Oman akan menambah semangat pihaknya untuk mengkaji dan “memutholaahi”.

Tidak hanya itu, Guru Daudi juga berpesan kepada para guru agama dan khususnya para santri untuk lebih mantap lagi mengkaji kitab-kitab karangan Datu Kelampayan.

“Kepada para guru, khususnya kepada para santri agar lebih mantap lagi dalam mengkaji dalam kitab-kitab yang dikarang oleh Syekh Arsyad, untuk dakwah kepada umat,” harapnya.

Ditempat yang sama, Kepala Balai Pelestari Kebudayaan Wilayah XIII Kalsel, Muslimin menanggapi manuskrip Datu Kelampayan. Jika benda bersejarah ini merupakan sebuah warisan budaya yang memiliki potensi luar biasa, dari nilai kesejarahan dan keberagaman serta ilmu pengetahuan.

“Ini merupakan salah satu cermin dari perkembangan peradaban, karena masyarakat yang dianggap beradab bisa menghasilkan karya-karya yang sangat monumental,” jelasnya.

Muslimin mengakui, jika Syekh Arsyad sendiri merupakan ulama di Kalsel dan Nusantara yang meninggalkan banyak jejak literasi yang menjadi bahan pembelajaran bagi masyarakat sekarang.

“Jadi cara kita untuk melestarikan tradisi tidak hanya dari bentuk fisiknya, tapi juga pada nilainya. Seperti yang kita lakukan ini adalah dengan melestarikan nilai dengan memberikan informasi,” ucapnya.

Selain itu, dalam melestarikan manuskrip Datu Kelampayan ini, pihaknya mengupayakan salah satu tindakan preventif, dengan melakukan pencatatan secara digitalisasi dan penyusunan data-data manuskrip, untuk melestarikan naskah secara fisik dan informasi.

“Memang tidak banyak naskah yang masih tersisa. Walau ada akses untuk mendapatkan informasinya agak susah. Jadi diperlukan pendekatan khusus kepada pemilik, tapi Alhamdulillah dari zuriah Datu Kelampayan diberikan akses yang luas,” akunya.

Tidak sampai di sana, pihaknya juga mengaku dibantu dari Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Kalsel, serta museum yang ada di Kalsel dalam menjaga dan melestarikan manuskrip yang ada. (Mada Al Madani)

Editor: Abadi