BANJARMASIN, klikkalsel.com – Beberapa waktu lalu warga Kalimantan Selatan digegerkan dengan adanya kabar yang mengejutkan, dimana terdapat kasus pencabulan yang diduga dilakukan oleh seorang pimpinan pondok pesantren di daerah Kabupaten Banjar.
Kasus tersebut memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Pengamat hukum menyoroti bahwa tindakan tersebut tidak hanya melanggar norma hukum, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan agama.
Pengamat hukum, Dr Afif Khalid yang juga merupakan Dekan Fakultas Hukum (FH) di Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) berpendapat, kasus semacam itu harus ditangani dengan serius oleh aparat penegak hukum.
“Tindakan pencabulan, terutama yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki otoritas dan kepercayaan dari masyarakat, adalah bentuk pengkhianatan besar. Pelaku harus dihukum setimpal untuk memberikan efek jera dan memulihkan kepercayaan publik,” ujarnya.
Baca Juga Pimpinan Pondok Pesantren di Kabupaten Banjar Diduga Lecehkan Puluhan Santrinya
Baca Juga Oknum Guru Olahraga Pelaku Pencabulan Terhadap Siswi di Batola Terancam Dipecat
Oleh karena itu, perlunya pengawasan lebih ketat terhadap pengelolaan pesantren dan sistem pelaporan yang ramah bagi korban.
“Korban seringkali enggan melapor karena adanya rasa takut atau tekanan dari pihak tertentu. Oleh karena itu, kita memerlukan mekanisme pelaporan yang aman, didukung dengan perlindungan hukum bagi korban,” jelasnya.
Lebih lanjut, menurutnya pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk menimba ilmu dan belajar agama.
“Kasus seperti ini mencoreng nama baik lembaga pendidikan berbasis agama.” imbuhnya.
“Apa lagi saya juga asli dari daerah tersebut dan merasa malu dengan adanya kejadian itu,” sambungnya.
Ia juga meminta pemerintah dan otoritas terkait untuk memastikan bahwa pelaku diadili secara hukum.
“Bila terbukti pelaku harus dikebiri dan pesantren tersebut harus dievaluasi secara menyeluruh,” tegasnya.
Tak hanya itu, kata Afifi, kasus tersebut diharapkan menjadi momentum bagi semua pihak untuk lebih serius dalam menangani kejahatan seksual di lingkungan pendidikan, sekaligus mencegah hal serupa terjadi di masa mendatang.
“Untuk itu perlu adanya pelatihan dan edukasi bagi pengelola pesantren mengenai perlindungan anak dan pencegahan kekerasan seksual,” pungkasnya. (airlangga)
Editor: Abadi