Omnibus Law Dinilai Berpihak ke Kapitalis dan Melemahkan Otonom Daerah

BANJARMASIN, Klikkalsel.com – Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JADI) Kalimantan Selatan (Kalsel), Samahuddin Muharram menilai, UU Omnibus Law Cipta Kerja 9Ciptaker) melemahkan sistem otonom daerah.

Ia menyebutkan satu dari 11 klaster yakni UU terkait perizinan akan memangkas hak daerah di sektor pertambangan.

Pendapat Samahuddin itu mengacu dari pengamatannya pada pasal 1 angka 1 UU Lingkungan Hidup versi 905 halaman draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Diketahui pasal itu mengatur tentang penyederhanaan izin berusaha.

Menurutnya lagi, pasal itu memangkas hak daerah dalam mengeluarkan perizinan usaha khusus di sektor pertambangan dan perkebunan. Salah satunya, tim penilai Amdal langsung dari pusat.

“Ini melemahkan otonomi daerah,” ujar kepada Klikkalsel.com, Kamis (15/10/2020).

Sebelumnya, ia juga menegaskan dan menduga UU Omnibus Law Cipta Kerja itu terkesan kapitalis. Selain itu dari pengamatannya beberapa pasal lebih berpihak pada pemodal.

“Sekarang dengan Undang-Undang Omnibus Law, otonomi daerah itu gak ada lagi mempermudah pelayanan supaya ke pusat,” tuturnya

Sementara ia juga menimpal apa yang disampaikan Ketua Komisi I DPRD Kalsel H Hasanuddin Murad, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Kalsel bersama Forkopimda, Akademisi, tokoh masyarakat, organisasi buruh, dan mahasiswa, agar menarik para investor.

Baca juga : Peci Putih dan Lantunan Shalawat Iringi Persiapan Polresta Banjarmasin Hadapi Massa anti Omnibus Low

Menurutnya, bahwa kapitalis itu tidak memperdulikan dampak lingkungan setelah melakukan aktivitas melainkan hanya bisa menyedot sumber daya alam yang ada di Kalsel.

“Mereka hanya bisa menyerahkan (dana) reboisasi, renovasi untuk mengembalikan itu,” timpalnya.

Sementara itu, Samahuddin menilai UU Omnibus Law harus ditinjau dan dicermati kembali pada setiap pasal, setelah menerima salinan resmi guna dilakukan Judicial Review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan berharap dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).

Untuk diketahui draft naskah RUU Omnibus Law yang telah disahkan DPD RI menjadi Undang-Undang dengan versi 812 halaman. Sebelumnya, publik sempat dibingungkan dengan beberapa versi naskah RUU Omnibus Law.

Versi pertama setebal 1.028 halaman yang bisa diunduh di situs resmi DPR sejak Maret 2020. Versi selanjutnya setebal 905 halaman yang disetujui dalam rapat paripurna, 5 Oktober 2020.

Sedangkan versi ketiga setebal 1.052 halaman yang beredar pasca aksi protes RUU Cipta Kerja 6-8 Oktober 2020. Kemudian versi keempat, versi final setebal 1.035 halaman yang menjadi 812 halaman setelah dirapikan dan disesuaikan ukuran kertasnya.(rizqon)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan