Ini Alasan Hamba-Nya Dituntut Bersyukur

TIDAK ada makhluk yang abadi, setiap yang bernyawa pasti mati. Sebab, semua yang ada di dunia hanya sementara dan fana, sedangkan kekekalan atau baqa’ hanya ada pada Allah SWT. Oleh karena itu manusia selalu dituntut untuk bersyukur, sekalipun mendapatkan ujian dan cobaan.

Ustad Dr Akhmad Fauzi menyampaikan tausiah kepada 800 jamaah usai sholat subuh berjamaah di Masjid Al Jihad Cempaka, Banjarmasin. (istimewa/klikkalsel)

Ketahuilah bahwa syukur merupakan salah satu sifat Allah yang husna. Yaitu Allah pasti akan membalas setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh hamba-Nya, tanpa luput satu orang pun dan tanpa terlewat satu amalan pun.

Itu sesuai dengan firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah itu Ghafur dan Syakur” (QS. Asy-Syura: 23).  Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman, “Allah itu Syakur lagi Haliim.” (QS. At-Taghabun: 17) .

Ahli tafsir, menafsirkan Ghafur artinya Allah Maha Pengampun terhadap dosa, dan syakur artinya Maha Pembalas Kebaikan sehingga Allah lipat-gandakan ganjarannya, maksudnya adalah memberi membalas kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak. (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 8/141).

Merenungi bahwa Allah adalah Maha Pembalas Kebaikan kepada Hamba-Nya, manusia akan menyadari menjadi hamba bersyukur atas begitu banyak nikmat yang diterima. Syukur juga menjadi sifat Nabi dan Rasul, jadi senantiasalah bersyukur dan berterima kasih kepada Allah atas limpahan nikmat Allah, walau cobaan datang dan rintangan menghadang.

Syukur juga ibadah, dalam banyak ayat di dalam Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk bersyukur kepada-Nya. Maka syukur adalah ibadah dan bentuk ketaatan atas perintah Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Ingatlah kepada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah ingkar.” (QS. Al Baqarah: 152)

Dalam surah lain Allah Ta’ala juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah: 172).

Maka bersyukur adalah menjalankan perintah Allah dan enggan bersyukur serta mengingkari nikmat Allah adalah bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah. Jadi syukur merupakan sifat orang beriman, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mu’min sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim no.7692).

Sementara orang yang kufur akan nikmat Allah SWT, senantiasa lupa akan apa yang telah diberikan-Nya. Orang kufur biasanya lebih suka dan lebih sering menyebut-nyebut kesulitan, mengeluh dan lain sebagainya.

Allah juga tidak mau melihat hamba yang takabbur (sombong) dan ‘ujub, karena mendapat limpahan nikmat. Aqidah jangan sampai hilang, karena sungguh aneh jika ada orang yang mengaku bersyukur, ia menyadari segala yang ia miliki semata-mata atas keluasan rahmat Allah, namun di sisi lain melalaikan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya, ia enggan shalat, enggan belajar agama, enggan berzakat, memakan riba, dll.

Petikan diatas merupakan rangkuman tausiah yang disampaikan Ustad Dr Akhmad Fauzi usai sholat shubuh berjamaah di Masjid Al Jihad Cempaka Banjarmasin yang dihadiri kurang lebih 800 jamaah.(*)

Oleh : H Sukrowardi (Pengarah Gerakan Indonesia Sholat Subuh Berjamaah Banjarmasin)

Tinggalkan Balasan