Gugatan Denny Didasari 2 Aspek, Masyarakat Tak Dapat Kepastian Pemimpin

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Gugatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), nomor urut 02 H Denny Indrayana – H Defriadi (H2D) masih menjadi perhatian publik.

Niat H2D untuk membatalkan hasil pemungutan suara ulang (PSU) sekaligus mendiskualifikasi rivalnya, H Sahbirin Noor – H Muhidin (BirinMu) nomor urut 01 di Mahkamah Konstitusi (MK) , juga dikomentari praktisi hukum di perguruan tinggi Kalsel, Adwin Tista.

Menurutnya terdapat satu asas dalam dunia peradilan, bahwa setiap orang itu berhak mengajukan gugatan. Maka peradilan tidak boleh menolak setiap perkara yang masuk.

“Dasar asas-asas itu saya lihat dipergunakan oleh setiap orang yang merasa keberatan adanya suatu peristiwa atau perbuatan hukum tertentu, itulah yang mendasarinya,” kata Adwin Tista saat di temui klikkalsel.com Senin (5/7/2021).

Baca juga: 7 Poin Alasan H2D Berniat Layangkan Gugatan ke MK Pasca PSU, KPU Kalsel Bersiap 2 Hal

Ia menambahkan, meskipun nanti gugatan tersebut bisa diterima atau tidak. Ada dua hal yang menjadi sudut pandangnya. Yaitu secara formil dan materil.

“Masalah formil adalah masalah persyaratan, bagaimana syarat gugatan itu masuk dan Materil adalah masalah pembuktian,” jelasnya.

Menurutnya, kedua hal tersebut sudah pernah dibahas oleh ahli hukum tata negara, bahwa nantinya masalah Undang-undang pemilu atau Pilkada memiliki beberapa efek samping yaitu masalah kepastian hukum.

“Tapi jika dilihat dari sisi lain, timbulnya aturan undang-undang tersebut tidak lepas dari asas-asas hukum formil dan materil, bahwa siapapun berhak memutuskan perkara dan tidak ada larangan,” tuturnya.

Jika terdapat larangan saat memasukan perkara atau ditolak, kata Adwin Tista, akan berakibat pada lembaga tersebut.

“Hal itulah secara administrasi terkadang tidak ada kesepahaman yang sama,” ujarnya.

“Hakim sendiri dalam bersikap, ada yang mengatakan kalau bersikap formil, bahwa itu sudah cukup maka tidak perlu ada pembuktian lebih jauh dan secara itu juga tidak bisa lagi dilakukan untuk kedua kalinya,” sambungnya.

Meskipun begitu, kalau sudah masuk ke materil atau pembuktian, mau tidak mau pengadilan harus melihat terlebih dahulu pembuktianya.

Adwin Tista menilai, adanya perbedaan pemahaman itulah yang memicu konflik atau pendapat yang berbeda di masyarakat.

Meskipun begitu, adanya laporan kali kedua oleh H2D terkait sengketa pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Kalsel, Adwin Tista beranggapan hak itu sah sah saja

“Sah saja, tapi bagaimana pun, selama undang-undang tidak membatasi harus berapa kali itu diperbolehkan mengajukan, maka siapapun boleh mengajukan berkali kali.
Cuman, kerugianya seperti pemilihan Gubernur Kalsel sampai saat ini tidak ada kepastian masalah kepemimpinan, waktu dan biaya yang terhambur percuma,” tuturnya.

Selain itu, terlihat dari adanya gugatan tersebut yang terdampak juga masyarakat. Sampai saat ini, tidak ada kejelasan siapa pemimpin daerah.

“Melalui hal tersebut, mereka yang mengerti masalah administrasi menjadikan senjata sebagai upaya mencapai tujuannya,” pungkasnya.(airlangga)

Editor : Amran