EDITORIAL: Banjir dan Nilai Kemanusiaan

BANJIR yang melanda hampir di 13 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan, tercatat dalam sejarah sebagai musibah besar. 15 orang kehialangan nyawa, 18.536 hektare lahan pertanian rusak. Hujan dengan intensitas tinggi membasahi hampir seluruh daerah di Bumi Lambung Mangkurat. Luapan air sungai tak terbendung hingga merendam pemukiman warga.

Puluhan rumah hanyut dan porak poranda, 14 jembatan penghubung antar daerah ambruk, 16 tempat ibadah rusak. Banjir tidak hanya terdampak pada rumah dan lahan pertanian. Ironisnya, musibah ini juga membuat sejumlah pengungsi di Terminal Kilometer 6, Jalan Pramuka menjerit kelaparan, posko yang didirikan nyaris kekuruangan makanan. Pengungsi mengaku hanya dapat makan sekali dalam sehari.

Meski bantuan berdatangan, namun terminal angkutan penumpang yang disulap jadi wadah pengungsian sejak Kamis 14 Januari 2020, belum bisa memenuhi kebutuhan dasar ratusan korban terdampak banjir. Sejak beberapa hari terminal itu dijadikan wadah pengungsian, baru hari ini dikunjungi kepala daerah.

Sebanyak 489 jiwa warga Banjarmasin menempati aset milik pemerintah provinsi sebagai wadah pengungsian. Tempat ini secara darurat dijadikan wadah menampung korban banjir. Ratusan warga menempati deretan kios yang memang kosong. Rata-rata setiap kios diisi satu keluarga. Rusdiansyah, Kepala Dinas Perhubungan mengatakan, daya tampung pengungsi telah melebihi kapasitas.

Ironisnya lagi, keluhan para pengungsi belum terakomodir pemerintah setempat. Camat Banjarmasin Timur Muzayyin mengakui, dapur umum kecamatan tidak bisa melayani seluruh korban banjir untuk menyajikan makanan. Dia mengatakan, biasanya perwakilan relawan dapur umum di pemukiman warga terdampak datang ke kecamatan untuk mengambil bahan pokok.

Tim BPK dan Emergency, gabungan mahasiswa se Kalimantan Selatan tergerak melakukan evakuasi kepada warga terdampak banjir di sejumlah daerah. Kendati hanya menggunakan peralatan yang yang belum memadai, namun nilai kemanusian yang dilakyukan oleh tim penolong ini patut dihargai.

Tidak hanya menolong jiwa para korban terdampak banjir, mereka juga hampir tiap hari menyalurkan bantuan makanan ke sejumlah posko di daerah yang dananya dikumpulkan dari donatur dan sumbangan suka rela dari masyarakat.

Daerah terdampak banjir di Kalimantan Selatan terparah ada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, banyak infrastruktur yang rusak. Pengungsi terdata 11.200 dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 16.100, jumlah jiwa 66.400, 3 orang meninggal dunia.

Sedangkan, Kabupaten Banjar wilayah terdampak banjir yang luas, pengungsi 32.100, jumlah kepala keluarga terdampak 32.162, jumlah jiwa 126.341 dan 3 warga meninggal dunia.

Kehadiran Presiden Joko Widodo di Kalimantan Selatan memantau kondisi banjir di sejumlah daerah, belum bisa mengobati pilu yang dirasakan para korban banjir. Siapa yang salah dalam musibah ini, alam kah yang marah, tangan manusiakah yang salah, patut jadi catatan sebuah kisah bukan musibah.(*)

Tinggalkan Balasan