Cerita Liem Koen Hian, Orang Banjar Saksi Lahirnya Pancasila

Foto Sidang BPUPKI 28 Mei-1 Juni 1945, (sumber koleksi ANRI/Mansyur)

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Setiap 1 Juni diperingati sebagai hari Lahirnya Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Ditetapkan sejak tahun 2017, tanggal 1 Juni resmi menjadi hari libur nasional lewat Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Jokowi menyampaikan keputusan ini melalui pidato pada peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945, di Gedung Merdeka, Bandung pada 1 Juni 2016 lalu. Bahwa tanggal 1 Juni juga ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Dijelaskan seorang Dosen Sejarah Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Mansyur mengatakan, lahirnya Pancasila adalah sebuah judul pidato yang disampaikan Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945.

“Isi dari pidato itu yang menjadi konsep dan rumusan awal “Pancasila” pertama kali dikemukakan Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka,” Jelas Mansyur, Rabu (1/6/2022) kepada klikkalsel.com

Sebelumnya, lanjut dia, pidato ini disampaikan oleh Soekarno tanpa judul dan diterima secara aklamasi. Kemudian baru mendapat sebutan “Lahirnya Pancasila” oleh mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat.

“Rajiman menyampaikannya dalam kata pengantar buku berisi pidato yang kemudian dibukukan BPUPKI,” ungkapnya.

Menurut Mansyur banyak hal menarik dari kelahiran Pancasila itu, karena disaksikan puluhan anggota BPUPKI. Satu diantaranya perwakilan Banjarmasin (Tionghoa Banjar) yakni Liem Koen Hian.

Baca Juga : Kerusuhan 23 Mei 1997 Sejarah Kelam Banjarmasin, Nurjanah : Suara Adzan Dimana-mana

Baca Juga : Membuka Sejarah Wilayah Liang Anggang dan Asal Muasal Namanya

“Seorang wartawan dan politikus Hindia Belanda yang mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI). Dilahirkan di Banjarmasin, 3 November 1897,” ujarnya.

“Pada 1945, ketika pemerintah Jepang membentuk BPUPKI yang dipimpin Soekarno dan Hatta, Liem dipilih menjadi anggotanya. Dua tahun kemudian tepatnya pada 1947, Liem bahkan ikut serta sebagai salah seorang anggota delegasi RI dalam Perundingan Renville,” sambungnya.

Memang, kata Mansyur bisa dikatakan cukup minim data tentang latar belakang Liem ikut serta di BPUPKI. Dari beberapa literatur hanya menuliskan bahwa menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang di Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai.

Yaitu Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan atau BPUPK, yang kemudian menjadi BPUPKI, dengan tambahan Indonesia.

Anggota terdiri dari 62 orang Indonesia, 8 orang istimewa dari Jepang yang tugasnya mengamati, dan tambahan 6 anggota dari Indonesia. Pembentukan anggota ini ditentukan oleh Jepang, sementara tambahan enam orang diangkat anggota BPUPKI sendiri.

Anggota BPUPKI direkrut dari berbagai golongan yang mencerminkan Indonesia. Ada golongan nasionalis, golongan Islam, kelompok birokrat, wakil kerajaan, kelompok pangeh praja, golongan bersenjata, dan kelompok non bumiputra.

“Liem yang era itu berusia 38 tahun sebagai anggota badan ini kemudian ikut sidang pertama dari tanggal 29 Mei hingga selesai tanggal 1 Juni 1945. Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara,” tuturnya.

“Rapat pertama ini diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (Perwakilan Rakyat),” tambahnya.

Setelah beberapa hari tidak mendapat titik terang, akhirnya pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka, yang dinamakannya “Pancasila”.

Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai.

“Tentunya termasuk Liem setuju dengan rumusan Soekarno itu,” imbuhnya.

Lebih lanjut, kata Mansyur, dari sumber seword.com menuliskan bahwa Liem Koen Hian adalah tokoh Tionghoa yang dikenal pemberani, vokal dan keras tanpa kompromi.

Jejak perjuangannya membekas kuat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dia terpilih menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 bersama 3 tokoh Tionghoa lainnya. Tapi Liem Koen Hian sangat istimewa karena Presiden Soekarno sendiri sampai 4 kali menyebut nama Liem Koen Hian dalam pidato pada saat rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.

“Bung Karno bahkan sempat berdialog dengan Lim Koen Hian dalam pidatonya dan memujinya karena menyetujui dasar kebangsaan,” jelas Mansyur.

Baca Juga : Catatan Sejarah Panjang Jembatan Dewi (Coen) Menurut Sejarawan ULM

Sejarah mencatat, betapa Soekarno dalam pidatonya yang bertema Pancasila sangat mengapresiasi tinggi sosok dan perjuangan Liem Koen Hian.

Keanggotaan Liem Koen Hian dalam BPUPKI bersama 3 orang tokoh Tionghoa lainnya menjadi bukti historis perjuangan kaum Tionghoa Banjar sekaligus fakta dia bersama teman-teman seperjuangannya menjadi sosok yang turut memperjuangkan berdiri dan tegaknya negara Indonesia.

“Keterlibatan keempat tokoh di dalam BPUPKI itu salah satunya Tionghoa Banjar Liem Koen Hian, termuat di dalam ‘Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945 Djilid Pertama’ karya Prof. MR Muhammad Yamin (1959, cetak ulang 1971). Di halaman 61 diberikan Peta tempat doedoek persidangan BPUPKI. Di sana nampak jelas nomor kursi beserta nama-nama tokohnya. Seperti Oey Tiang Tjoei (#13), Oei Tjong Hauw (#15), Liem Koen Hian (#32); dan MR Tan Eng Hoa (#38). Yamin juga menyertakan notulen pidato-pidato dari keempat tokoh tersebut,” ungkapnya.

Demikian halnya, kata Masnyur dari sumber lainnya menuliskan bahwa beberapa tahun kemudian Sekretariat Negara secara resmi menerbitkan notulen persidangan BPUPKI dalam Risalah sidang BPUPKI, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 29 Mei 1945-19 Agustus 1945, dengan tim penyunting yang terdiri dari Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati Sinaga dan Ananda B Kusuma.

“Karya ini mengalami revisi isinya, dengan adanya tambahan dan pengurangan edisi I (1980), edisi II (1992), edisi III (1995) dan terakhir, edisi IV (1998). Di buku ini, Ananda Kusuma menyusun Biodata anggota BPUPKI, lengkap dengan foto mereka masing-masing, termasuk pula biodata dan foto keempat anggota Tionghoa. walau tidak lengkap datanya,” tuturnya.

Selanjutnya, BPUPKI membentuk panitia kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut.

Kemudian dibentuklah Panitia Sembilan terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin yang ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Soekarno pada 1 Juni 1945 dan menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

“Walaupun Liem tidak ikut terpilih dalam Panitia Sembilan, tetapi kemudian tetap ikut dalam proses persidangan dan lobi-lobi yang akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Soekarno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945,” terangnya.

Kemudian disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI.

“Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit dua tahun kemudian yakni pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPKI Dr Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Soekarno itu berisi Lahirnya Pancasila,” pungkasnya. (airlangga)

 

Editor: Abadi