Kerusuhan 23 Mei 1997 Sejarah Kelam Banjarmasin, Nurjanah : Suara Adzan Dimana-mana

Proses pemakaman masal korban kerusuhan 23 Mei di Pemakaman A Yani Kilometer 22 (sumber foto, Mansyur)

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Menandai jatuhnya pemerintahan Orde Baru diawali oleh adanya krisis moneter yang berakibat pada merosotnya nilai rupiah terhadap mata uang dolar. Keadaan ini diperburuk ketika menjelang Pemilu 1997 dimana-mana terjadi kekacauan.

Dijelaskan Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Mansyur, tahun itu di Jakarta banyak kerusuhan yang bernuansa politik hingga suasana di daerah-daerah terbawa arus yang mencekam.

“Kerusuhan itu terjadi di Ciputat, Kebayoran Lama, Tangerang, Bekasi, Bangil dan Banjarmasin,” kata Mansyur, Senin (23/5/2022).

Dalam catatan sejarah, kata dia, kerusuhan di Banjarmasin terjadi pada tanggal 23 Mei 1997 yang dikenal sebagai Tragedi Jumat Kelabu, karena menimbulkan ratusan jiwa manusia, harta benda serta bangunan gedung dan perumahan telah dibakar habis oleh amukan massa yang sedang kalap.

Kejadian yang sama sekali tidak pernah ada menduga tersebut bermula dengan kampanye putaran terakhir bagi partai Golkar yang jatuh pada hari Jumat.

Menurut rencana kegiatan kampanye Partai Golkar di Banjarmasin dilaksanakan besar-besaran dan dihadiri Menteri Sekretaris Kabinet Drs. H. Syadillah Mursyid, MPA dan K.H. Hassan Basri, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

Kerusuhan berawal ketika massa Golkar berpawai menuju tempat kampanye di Lapangan Jalan Kamboja melewati jalan depan Masjid Noor yang biasa ditutup karena digunakan oleh sebagian jamaah untuk sholat yang berada di luar Masjid.

“Raungan suara sepeda motor yang melintasi jalan di saat jamaah belum selesai melaksanakan shalat Jumat memicu kemarahan warga,” jelasnya.

Baca Juga : Mengenang Peristiwa Jumat Kelabu Lewat Teaterikal

Baca Juga : Melawan Lupa, Tragedi Kerusuhan 23 Mei 1997 di Banjarmasin, Ratusan Nyawa Melayang dan Hilang

Warga yang merasa dilecehkan serta merta menyerbu dan mengejar yang berpawai, membubarkan mereka yang berkumpul di lapangan Kamboja dan membakar atribut Golkar.

“Peserta kampanye tidak peduli laki-laki atau perempuan yang mengenakan baju atau kaos kuning, dipaksa melepaskan pakaiannya dibawah ancaman senjata tajam, seperti celurit, golok dan sebagainya,” tuturnya.

Kemudian, setelah memporak-porandakan peserta kampanye, massa yang brutal dan tidak terkendali lagi itu mengarahkan sasarannya kepada bangunan kantor, rumah ibadah, toko, tempat hiburan, hotel serta bagunan lain.

“Mereka melempari kaca-kaca, membakar mobil dan bangunan serta menjarah isi toko dan supermarket. Kejadian itu berlangsung dari sekitar pukul 13.00 sampai dengan pukul 20.00 wita, dan selama itu pihak keamanan seakan tidak berdaya,” ujarnya.

Bahkan kata dia, Kerusuhan Jumat Kelabu itu menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Diantaranya, kerugian dari segi harta benda masyarakat.

“Tercatat mobil ada 21 terbakar dan 12 rusak. Sepeda motor 60 terbakar dan 4 rusak, kemudian juga termasuk bagunan kantor, instansi pemerintah, bank yang terdampak, diantaranya ada 12 bagunan,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, kata dia, dari catatan sejarah juga ada pertokoan dan tempat hiburan yang terdampak dari peristiwa tersebut sekitar lebih 15 bagunan termasuk tempat ibadah, sekolah, panti jompo serta rumah penduduk.

“Sehingga sekitar 400 kepala keluarga kehilangan tempat berteduh dan sekitar 4.000 karyawan kehilangan pekerjaan,” imbuhnya.

Disamping itu, korban jiwa juga tidak sedikit. Tercatat yang meninggal 135 orang, hilang 164 orang, luka-luka lebih 100 orang. Belum termasuk mereka yang ditahan sebanyak 304 orang untuk menunggu proses selanjutnya.

“Banyaknya selisih antara jumlah korban yang meninggal atau korban yang dilaporkan hilang itu terjadi karena korban yang meninggal sebagian besar tidak dapat lagi dikenali karena hangus terbakar. Kemudian mereka yang meninggal dimakamkan secara masal di pemakaman Jalan A Yani Kilometer 22.” terangnya.

Peristiwa 23 Mei 1997 ini sangat menggores perasaan masyarakat Kalimantan Selatan, karena sepanjang pemerintahan Orde Baru tidak pernah terjadi unjuk rasa yang anarkis apalagi sampai meminta korban jiwa manusia.

Baca selengkapnya dihalaman selanjutnya :