BANJARMASIN, klikkalsel.com – Jembatan Dewi adalah jembatan yang memiliki sejarah panjang. Diyakini inilah jembatan pertama atau tertua di Banjarmasin sejak jaman zaman Hindia Belanda.
Mengulik histori ini, klikkalsel.com coba mengalinya dari Mansyur, seorang Sejarawan asal Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
“Dulunya, Jembatan Dewi dinamai Jembatan Coen. Jembatan ini dibangun pada zaman Hindia Belanda. Saat Jepang masuk ke Banjarmasin, Belanda terlebih dahulu meledakkan jembatan ini agar tak bisa digunakan,” kata Mansyur, Jumat ( 25/3/2022).
Pada zaman Hindia Belanda. Tepatnya, pada tahun 1898 ketika penunjukan Residen yang berkedudukan di Banjarmasin, yaitu C.A. Kroesen. Dimana saat itu terjadi perubahan status menjadi Gemeente Raad tahun 1919.
“Status ini menandai penghibahan otonomi yang pertama kepada masyarakat kulit putih di Banjarmasin. Hal itu tercantum dalam Lembaran Negara Hindia Belanda tahun 1919 nomor 252,” ungkapnya.
Sejak itu, kata sejarawan yang juga mendapat gelar sebagai Cendekia dari Kesultanan Banjar ini, mulai ada Perkembangan modernisasi di Banjarmasin dengan pusat-pusat perkantoran, bank, firma-firma Belanda, gereja, jalanan kampung Belanda, pasar, alun-alun, sungai dengan jembatan ringkap.
Kemudian Pembangunan infrastruktur meningkat lagi setelah Banjarmasin menjadi ibukota Borneo 1938.
Kalimantan menjadi Gouvernorment Borneo yang terdiri dari Karesidenan Borneo Barat dan Karesidenan Borneo Selatan dan Timur yang beribukota di Banjarmasin dengan Gubernur A. Haga.
“Gemeente Banjarmasin ditingkatkan menjadi Stads Gemeente Banjarmasin,” imbuh Mansyur yang juga menjabat Ketua Dewan Riset LAKPL Kalsel itu.
Diwaktu itu ada beberapa jembatan yang disebut ‘Ophaal brug’. Jembatan itu dapat diangkat bila ada perahu akan lewat ke pedalaman.
“Jembatan itulah yang diberi nama Jembatan Coen (Kun). Nama Jembatan Coen berasal dari nama pemimpin Belanda yang bernama John Coen. Diresmikan tahun 1914. Kalau sekarang disebut Jembatan Dewi,” jelasnya.
Bahkan, kata dia jembatan ini juga merupakan jembatan ringkap terpanjang pertama yang ada di daerah dan menghubungkan wilayah Pulau Tatas dengan jalan Oelin menuju Hulu Sungai. Pekapuran atau Pecinan-Ujung Murung (Sudimampir).
Dalam perkembangannya, pada tahun 1935 ringkapan di tengah jembatan direnovasi sehingga dapat dilewati kapal-kapal laut.
“Pada tahun itu juga dilakukan perombakan atau perubahan-perubahan baru oleh masyarakat Banjar yang kemudian dikenal dengan sebutan jembatan panjang atau jembatan ulin,” ungkapnya.
Baca Juga : Sejarah Kolam Belanda Mandiangin dan Misteri Penampakan Noni Bergaun Putih
Baca Juga : Sejarah Masjid Raya Sabilal Muhtadin dari Lokasi Bekas Hotel Hingga Asrama Pulau Tatas