Bandingkan Gapura Kilometer 6 dengan Baliho Bando, Anang Rosadi Dicecar Para Pengamat

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Persoalan baliho bando, di Banjarmasin tak juga kunjung selesai. Pasalnya kedua belah pihak, baik Pemko Banjarmasin maupun pihak pengusaha advertising, sama-sama ngotot mempertahankan argumen mereka masing-masing.

Bahkan polemik baliho bando ini, juga “menyentuh” gerbang perbatasan kilometer enam di Jalan A Yani, lantaran gerbang tersebut melintang jalan.

Hal tersebut disampaikn Ketua lembaga swadaya masyarakat (LSM) Mamfus, Anang Rosadi Adenansi. Ia menilai, bahwa apabila dasar keputusan untuk pembongkaran baliho bando tersebut merupkan Peraturan Menteri (Permen) PU Nomor 20 Tahun 2010, tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian Jalan serta PP Nomor 20 Tahun 2010 tentang jalan, maka bisa jadi bahan perdebatan.

“Jika Permen PU yang jadi acuan, karena itu sebenarnya aturan teknis, maka bukan hanya baliho bando, maka Pemko Banjarmasin juga harus membongkar gerbang batas kota. Sebab, bangunan ini masuk kategori yang membentang di atas jalan,” tuturnya.

Namun pandangan berbeda disampaikan salah seorang Pengamat Kebijakan Publik, Ichwan Noor Chalik. Menurutnya dalam PP Nomor 34 dan Permen PU Nomor 20, jelas yang dilarang melintang jalan itu adalah bangunan yang berfungsi untuk reklame dan media informasi.

Baca juga: Pelaku Perampokan Warga Kelayan Diringkus Di Atas Kapal Saat Hendak Kabur ke Surabaya

Sedangkan bangunan gapura atau pintu gerbang diperbolehkan, dengan harus mendapat izin terlebih dahulu dari pemangku kepentingan.

“Semua ini diatur dalam Permen PU Nomor 20 yaitu pasal 18 untuk reklame dan pasal 28 untuk bangunan gedung,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa seharusnya seorang pengamat harus benar-benar tau secara mendalam berkaitan aturan. Jangan hanya berbicara tentang alasan yang melintang jalan.

“Beginilah kalau pengamat atau pemerhati yang asal bicara. Seharusnya kalau mau bicara atau mengeluarkan pendapat baca dulu peraturan perundangan yang berlaku,” bebernya.

Senada dengan Ichwan Noor Chalik, Ketua Sasangga Banua, Syahmardian, menerangkan bahwa apabila ingin mencermati persoalan pelomik baliho bando terkait hukum dan tata ruang kota, jarusnya sudah mengetahui aturan serta kajian study kelayakan, sebelum bicara atau mengeluarkan pendapat.

Baca juga:Paman Birin Tancap Gas ke 13 Kabupaten/Kota Genjot Vaksin Bergerak Selama 4 Hari 

“Baca dulu peraturan perundangan yang berlaku. Di PP Nomor 34 dan Permen PU Nomor 20 jelas yang dilarang melintang jalan itu adalah bangunan yang berfungsi untuk reklame dan media informasi, sedangkan bangunan Gapura atau pintu gerbang diperbolehkan dengan harus mendapat ijin terlebih dahulu dengan pemangku kepentingan.” Imbuhnya.

Selain itu, Divisi Kajian Publik, Hukum dan Strategi politik, Syamsul Ma’rif, menjelaskan mengapa reklame dan media informasi dilarang melintang jalan, karena hal itu lantaran banyak tidak masuk dalam standar konstruksinya yang bisa saja membahayakan warga.

Sehingga bisa saja mengakibatkan terjadinya roboh atau bahan yang terpasang di atas kropos dan bisa jatuh sehingga membahayakan pengguna jalan saat kondisi cuaca buruk.

“Kalau pengendara yang melintas tidak konsentrasi pada saat berkendaraan karena melihat, membaca dan memperhatikan iklan yang ditayangkan bisa saja terjadi risiko kecelakaan. Berbeda halnya dengan gapura yang tidak ada menyampaikan informasi,” paparnya.

“Apalagi misalnya gambar atau informasi yang ditayangkan sangat menarik dan itu pasti dan harus menarik supaya diperhatikan orang,” tambahnya.

Ia menerangkan bahwa tujuan iklan adalah agar informasi tersebut bisa dibaca dan dilihat orang semua. Sedangkan untuk Gapura di kilometer enam tersebut, telah diatur dalam Permen PU Nomor 20 yaitu pasal 18 untuk Reklame dan pasal 28 untuk bangunan gedung.

“Mengapa gapura di kilometer enam sangat mahal, karena harus sesuai standart kontruksi dengan syarat Permen PU tadi” tandasnya.(fachrul)

Editor : Amtan