Warga Portal Jalan Kebun Sawit PT BPP

Warga Desa Antar Baru Kecamatan Marabahan melakukan pemblokiran jalan kebun sawit kebun PT. Barito Putera Plantation yang memasuki area sengketa lahan. (foto : istimewa untuk klikkalsel.com)
MARABAHAN, klikkalsel – Di Kabupaten Barito Kuala seperti diketahui ada beberapa perusahaan bidang kelapa sawit beroperasi, namun hampir tidak terdengar ada masalah sengketa lahan dengan warga.
Kali ini polemik tersebut naik ke permukaan, dengan adanya tindakan pemortalan oleh warga di beberapa jalur kebun sawit PT. Barito Putera Plantation (BPP)
Puluhan warga yang melakukan portal atau penutupan jalan, dilakukan oleh warga Desa Antar Baru, Kecamatan Marabahan, serta dibantu oleh tim Adat Dayak Meratus.
Sebelum melakukan penutupan portal, warga terlebih dahulu melakukan pengukuran tapal batas Desa Antar Baru dan Antar Raya. Karena PT. BPP berada di Desa Antar Raya yang berbatasan dengan Desa Antar Baru.
Warga yang terdiri dari warga Desa Antar Baru dan Tim Adat Dayak Meratus selanjutnya melakukan sedikit ritual di perkebunan sawit. Kemudian, diakhiri dengan pemblokiran atau portal jalan sawit yang memasuki wilayah mereka.
Dihadiri pihak berwajib, pemblokiran jalan perusahaan ini berlangsung kondusif tanpa ada gesekan. Hanya saja, tidak ada satupun pihak perusahaan yang menghampiri kegiatan warga tersebut.
Namun, sempat beberapa alat berat yang ingin masuk. Tetapi tidak diperbolehkan melintasi melewati portal yang dibuat warga.
Informasi dihimpun, menurut warga pemblokiran ini bermula tanah yang dikelola PT. BPP yang memasuki area Desa Antar Baru belum beres terkait penyelesain sengketa lahan. Berdasarkan patok wilayah yang dipasang warga, banyak kebun sawit yang sudah besar. Warga mengungkapkan, bahkan ada yang sudah panen, selain itu ada juga satu lokasi yang dijadikan tempat pembibitan.
“Ini merupakan tanah turun temurun kami. Selama 10 tahun, tanah ini tidak mendapat ganti rugi dari perusahaan,” sebut Rita warga Desa Antar Baru, Jumat (14/12/2019).
Ia mengaku, pihak perusahaan belum memberikan ganti rugi kepada sejumlah warga. Ditegaskannya, tanah yang mereka miliki sudah dilengkapi sertifikat yang dikeluarkan BPN setempat pada 2017, sedangkan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan terkait keluar di 2018.
“Tanah kami yang bersertifikat di tumpang tindih oleh perusahan dengan surat HGU-nya,” sebutnya sembari menunjukan sertifikat milik warga.
Ringkas kilas balik seputar status tanah tersebut, Rita mengungkapkan, 10 tahun yang lalu sempat dilakukan pertemuan dengan berbagai pihak, diantaranya dari perusahaan, pemerintah, dan masyarakat.
Masih tutur Rita, pertemuan itu menghasilkan kesepakatan, yaitu pihak perusahan PT. BPP membeli tanah warga dengan harga Rp850 per hektar.
Namun setelah berjalannya waktu, sampai saat ini, hak mereka belum diberikan.
 “Tanah kami yang dikuasai perusahaan PT. BPP, sekitar 3.006 hektar,” cetusnya sembari mengungkapkan luas tanahnya sekitar 87 hektare yang sebagiannya ada bukti sertifikat. (rizqon)
Warga Gandeng Tim Ada Dayak Meratus
Sementara itu, berkaitan dengan kedatangan dari Tim Adat Dayak Meratus di Kabupaten berjuluk Bumi Ije Jela (Selidah arti Bahasa Dayak Bakumpai) ini di tengah pemortalan jalan kebun sawit tersebut, Rita mengatakan sebagai bentuk solidaritas antar warga di Kalsel.
Pihaknya berharap agar perusahaan memperhatikan dan melakukan pembayaran ganti rugi lahan.
Hal senada disampaikan Rahmadi, warga desa Antar Baru yang mengaku sekitar 150 hektar tanahnya sudah dikuasai perusahaan PT. BPP.
Meski belum ditanam sawit oleh perusahaan,  tanah miliknya sudah dikeruk.
“Tanah saya yang berada di belakang desa, sudah dikeruk,” ucapnya.
Sekretaris Tim Adat Dayak Meratus, Agus Sanggen mengaku, yang dilakukan ini sebagai bentuk bantuan bagi masyarakat. Mereka menerima langsung permintaan bantuan dari warga Desa Antar Baru.
 “Pada 6 November kami lakukan pertemuan dengan warga. Serta menerima langsung surat kuasa dari warga,” tuturnya.
Agus menambahkan, penutupan atau portal jalan ini dilakukan karena pihak perusahaan tidak menanggapi permintaan untuk bertemu. Surat yang dilayangkan dengan batas waktu 2 Desember tidak di respon perusahaan PT. BPP
 “Atas tidak diresponnya permintaan audiensi. Kami berpendapat tidak ada itikad baik dari perusahaan. Sehingga kami terpaksa melakukan penutupan jalan,” cetus Agus.
Sementara itu, Kepala Desa Antar Baru, Mahdi, mengharapkan, yang dilakukan warganya bisa berjalan lancar. Tanpa adanya gesekan dari kedua belah pihak.
“Sebagai kepala desa, kami berharap perusahaan benar-benar menerima aspirasi masyarakat,” tuturnya.
Mahdi menceritakan, kasus ini sudah berjalan lama. Tidak ada kejelasan dari perusahaan. Serta urusan antara perusahaan dan warga ini, tidak terorganisir.
Karena menurutnya tidak pernah dilakukan pertemuan atau audiensi. Alasannya pihak perusahaan belum ada waktunya.
“Izin lokasi ini lahir 2019. Saya menjabat menjadi kepala desa sejak 2015. Kasus ini masih masa kepala desa terdahulu,” ujarnya sembari mengatakan belum ada solusi sampai saat ini,” pungkasnya. (rizqon)
Editor : Akhmad

Tinggalkan Balasan