“Aturan awal muncul sejak keluarnya Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushola (Instruksi Dirjen Bimas 101/1978),” ujarnya.
Secara garis besar, aturan penggunaan pengeras suara antara lain pengeras suara luar digunakan untuk Adzan sebagai penanda waktu shalat.
Kemudian pengeras suara dalam digunakan untuk do’a dengan syarat tidak meninggikan suara.
“Mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara,” ungkapnya.
Kemudian Mansyur menambahkan, dalam tulisan bertitel Studien over de geschiedenis van de Islam milik G.F. Pijper, menuturkan, pengeras suara sudah dikenal luas menyuarakan adzan di Indonesia sejak tahun 1930 an.
Pengeras suara itu, diperkenalkan orang-orang Belanda ke masyarakat yang bermukim di Hindia Belanda bersamaan masuknya jaringan listrik ke Hindia Belanda.
“Pada wilayah Banjarmasin jaringan listrik ini dikenal dengan nama ANIEM. Pusatnya di Surabaya bermula ketika perusahaan gas NIGM pada tanggal 26 April 1909 mendirikan perusahaan listrik Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM). ANIEM mampu menguasai 40 persen pangsa pasar listrik seluruh Hindia Belanda,” ceritanya.
“ANIEM Bandjarmasin memiliki kontrak mulai 26 Agustus 1921 sampai dengan 31 Desember 1960. Adapun anak perusahaan dari ANIEM (NV. Maintz & Co.) adalah NV. ANIEM di Surabaya dengan perusahaan-perusahaan di Banjarmasin, Pontianak, Singkawang, Banyumas,” ungkapnya.
Kemudian, terkait sejarah sebutan Toa sejumlah orang mungkin saja sudah tidak asing lagi jika mendengarnya.
Mungkin saja dari sebutan itu, sebagai dibenak akan munculah gambaran pengeras suara berbentuk terompet besar dan kerucut yang terletak di menara atau menggunakan tiang tinggi di masjid-masjid maupun mushola.
Pada sebagian besar kampung di Kalsel, toa menjadi kata benda untuk pengeras suara yang bentuknya kerucut, mirip dengan caping petani di Jawa.
“Sebenarnya, Toa adalah sebuah merek dagang perusahaan elektronik asal Jepang yang mulai masuk ke Indonesia di antara tahun 1960 hingga tahun 1970 an, bukan nama jenis pengeras suara dimaksud. Sama dengan merek odol atau pepsodent untuk menyebut semua pasta gigi. Rinso untuk menyebut semua jenis sabun cuci pakaian dan sebagainya,” pungkasnya. (airlangga)
Editor: Abadi