Pungutan HKN Bisa Mengarah ke Penyalah Gunaan Wewenang Jabatan Serta Tindak Pidana Korupsi

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Dugaan kasus pungutan liar (Pungli) peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-57 yang disinyalir mengarah ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Banjarmasin hingga sampai saat ini masih belum titik terang.

Dugaan pungli tersebut dilakukan oleh Panitia HKN Dinkes Banjarmasin, dengan menyebarkan surat edaran dengan tujuan meminta iuran ke sejumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) di Banjarmasin dan Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Dinkes Banjarmasin.

Ironisnya, permohonan iuran tersebut ditandatangani Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Machli Riyadi beserta dan diperkuat dengan Stampel dinas tersebut tidak melalui proses perizinan yang sesuai dengan aturannya, dan tak diketahui oleh Walikota Banjarmasin, H Ibnu Sina.

Baca juga: Menyimpang dari Aturan Perundang-undangan, Dinkes Lakukan Pungut Iuran Tanpa Izin Walikota

Melihat hal tersebut, Pengamat hukum dari Borneo Law Firm, Muhammad Fazri, mengatakan bahwa dengan adanya surat tersebut terlebih dengan menentukan minimal sumbangan, bisa berpotensi menjadi dugaan penyalah gunaaan wewenang tindak pidana korupsi dan dugaan pungutan liar (pungli) sesuai dengan delik penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 3 UU PTPK.

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Serta bisa menjadi dugaan gratifikasi,” ujarnya, Selasa (16/11/2021).

“Dan perlu diingat KPK dalam surat edarannya tentang pengendalian gratifikasi telah mengingatkan kepada para pimpinan kementerian, lembaga dan pemerintah daerah untuk menghindari gratifikasi dan patuh terhadap ketentuan hukum yang berlaku demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” tambahnya.

Sehingga menurutnya transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat penting dalam mencegah potensi penyimpangan, korupsi, dan munculnya pungutan yang tidak berdasar.

Dalam perspektif hukum menurutnya, kejadian iuran dana tersebut dapat menyebabkan terjadinya dugaan penyimpangan, kewenangan atau penyalahgunaan wewenang dan korupsi.

“Kejadian surat permintaan iuran dana dalam kondisi tertentu bisa dianggap sebagai dugaan pungli yang termasuk dalam kategori kejahatan jabatan,” bebernya.

“Biasanya bentuk-bentuk pungli ini menunjukkan adanya praktik secara terstruktur dan melembaga,” lanjutnya.

Dugaannya hal tersebut bisa dianggap melanggar Pasal 368 KUHP, Pasal 418 KUHP dan Pasal 423 KUHP, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Pasal 12 Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 Juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Maka menurutnya sebelum menjadi aduan dan masuk ranah penyelidikan ke aparat penegak hukum kepolisian, kejaksaan, untuk ia menyarankan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Inspektorat Kota Banjarmasin harus segera turun tangan membuat terang kejadian tersebut baik dalam ranah ketentuan UU ASN dan ranah hukum.

“Dalam masalah tersebut perlu komitmen Pemko Banjarmasin mewujudkan good governance khususnya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, maka kinerja atas penyelenggaraan organisasi pemerintah menjadi perhatian untuk dibenahi. Salah satunya melalui sistem pengawasan yang efektif, dengan meningkatkan perandan fungsi dari APIP,” jelasnya.

Atas dasar itu pengawasan Internal tersebut seluruh proses audit, review, evaluasi, monitoring, dan kegiatan pengawasan lainnya terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan, sesuai dengan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.

Sehingga APIP harus dioptimalkan jika memang melanggar ketentuan hukum maka harus dikembalikan iuran-iuran dana tersebut dan jadi pembelajaran bagi semua pihak agar tidak terulang lagi.

“Saya berharap tidak ada lagi kedepan acara yang di paksakan atau gagah gagahan padahal anggarannya tidak ada dalam perencanaan keuangan daerah dan sehingga tidak boleh dipaksakan,” pungkasnya.(fachrul)

Editor : Amran