Persoalan Hukum Antar Dua Perusahaan Batubara Berimbas Bagi Asosiasi Tongkang dan Para Sopir

Pengadilan Negeri Tapin menggelar sidang perdana gugatan perdata yang dilayangkan PT Antang Gunung Meratus (AGM) kepada PT TCT, Rabu (8/12/2021).

RANTAU, klikkalsel.com – Perwakilan asosiasi tongkang pengangkut barubara dan asosiasi hauling serta sopir mendesak underpass KM 101 Antang Gunung Meratus dibuka kembali.
Perkara ini pun bergulir di Pengadilan Negeri Tapin terkait gugatan perdata yang dilayangkan PT Antang Gunung Meratus (AGM) kepada PT Tapin Coal Terminal (TCT).

Ketua Perwakilan Asosiasi Tongkang, H Safei mengungkapkan police line dan blokade jalan berupa pemasangan portal yang dilakukan PT Tapin Coal Terminal (TCT) sejak 27 November lalu, telah memberikan dampak yang signifikan terhadap usaha dan pekerja. Lantaran tidak dapat lagi beroperasi, H Safei mengaku tidak sanggup membayar pinjaman kepada pihak bank.

“Tongkang-tongkang punya saya tidak lagi kerja. Saya sampai telepon orang kredit (bank) bahwa siap-siap untuk tidak bisa bayar. Kami ini tidak salah. Kami ini korban,” ujarnya, Kamis (9/12/2021).

Penutup jalan di underpass KM 101 Antang Gunung Meratus. (foto: istimewa)

Keberatan itu juga disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Rabu (08/12/2021). Dia mengungkapkan untuk saat ini dirinya terpaksa menggadaikan rumah lantaran masih memiliki utang di bank miliaran rupiah. Oleh sebab itu, dirinya berharap agar underpass KM 101 dibuka kembali.

“Tanya saja orang yang punya tronton, kalau tidak bayar ditarik leasing-nya. Mohon ini bukan sekedar negosiasi, tetapi ada penekanan dari dewan. Jika ada persoalan selesaikan di pengadilan, jangan mematikan sumber hidup kami,” harapnya.

Menurutnya jika jalan hauling KM 101 tidak segera dibuka, maka akan berdampak luas terhadap perekonomian di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan dan juga negara. Dia mengatakan pihaknya membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ratusan juta.

“Kita tahu Antang ini sudah menjadi Objek Vital Nasional. Jadi ini vital bagi kami dan rakyat,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Perwakilan Asosiasi Angkutan Hauling & Sopir, Kartoyo, menyampaikan tuntutan serupa. Dampak dari penutupan underpass KM 101 telah dirasakan para sopir yang jumlah mencapai sekitar 1.000 orang. Kini, mereka tidak lagi memperoleh pendapatan.

“Kami dari angkutan dan sopir-sopir serta seluruh pekerja yang tergantung pada mata pencaharian ini, memohon untuk dibuka segera,” tuturnya.

Kartono menyampaikan, pihaknya pun siap untuk mengangkut batu bara ke Antang maupun TCT. Atas dasar itu, pihaknya berharap permasalahan ini segera berakhir agar dapat kembali beraktivitas seperti semula.

“Jangan kami dikorbankan. Tolonglah kami yang cari makan ini. Semoga ada win-win solution supaya kami dapat kembali kerja,” katanya.

Terkait sengketa hukum, Pengadilan Negeri Tapin telah menggelar sidang perdana gugatan perdata yang dilayangkan PT Antang Gunung Meratus (AGM) kepada PT TCT, Rabu 8 Desember 2021.

Penasehat hukum PT AGM, Harry Ponto, mengatakan gugatan yang dilayangkan sebagai upaya hukum untuk memastikan bahwa kedua perusahaan masih terikat dengan perjanjian 2010 lalu.

Harry menegaskan pihaknya menyampaikan tiga tuntutan dalam gugatan tersebut. Pertama, PT AGM menegaskan perjanjian 2010 dinyatakan sah dan tetap berlaku. Tuntutan kedua, perjanjian 2010 mengikat TCT dan harus tunduk pada perjanjian tersebut.

“Ketiga, baik PT AGM dan TCT berhak menggunakan tanah obyek perjanjian yang merupakan bagian dari jalan hauling dan underpass, sesuai perizinan yang ada,” pungkas Harry dalam keterangan tertulisnya. (rizqon)

Editor: Abadi