BANJARMASIN, klikkalsel.com – Bulan suci Ramadan adalah bulan istimewa dari bulan-bulan lainnya pada tahun Hijriyah. Di momen Ramadan, banyak terdapat keistimewaan berlipat gandanya pahala. Salah satunya, umat muslim berlomba-lomba dalam kebaikan, baik itu ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah.
Ibadah mahdhah merupakan ibadah yang selama ini dikenal, antara lain seperti salat, puasa, zakat, dan haji. Sementara, ghairu mahdhah yaitu segala amalan kebaikan yang diizinkan oleh Allah SWT, dalam pelaksanaannya dilandaskan dengan niat untuk mencari ridha dan pahala.
Di momen Ramadan, umat muslim diperintahkan membayar zakat yang merupakan Rukun Islam.
Ketua Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel, Dr. H. Sukarni, M.Ag menyampaikan zakat harus dipahami sebagai upaya mengeluarkan hak orang lain dari hartanya.
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT pada surah At-Taubah Ayat 103:
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Dia menerangkan, tidak semua orang diwajibkan berzakat. Hanya orang yang memenuhi syarat, yaitu memiliki kekayaan (nisab) dan memenuhi masa kepemilikan nisab sepanjang tahun (haul).
“Sebenarnya soal kapan seorang muslim wajib berzakat? Itu tergantung nisab dan haulnya. Tidak tergantung dengan Ramadan. Nisab artinya kuantitas nominal kepemilikan minimal,” tuturnya, Jumat (24/3/2023).
Baca Juga : Pasar Ramadan Balangan jadi Sentra Ekonomi Bagi Masyarakat
Baca Juga : Aditya Resmikan Pasar Ramadan 1444 H, UMKM Banjarbaru Tidak Dipungut Biaya
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN ANtasari Banjarmasin ini menjelaskan, misalnya, nisab emas adalah 85 gram. Nominal kepemilikan itu masih harus dipastikan dengan haul. Haul adalah masa kepemilikan, yakni satu tahun Qomariyah.
“Jadi soal kewajiban berzakat tidak terkait dengan Ramadan, namun ditentukan oleh nisab dan haul,” jelasnya.
Di samping itu, dia menambahkan ada memang zakat yang terkait dengan Ramadan, yaitu zakat fitrah. Zakat ini diwajibkan bagi orang yang mampu, menemui akhir Ramadan, dan awal Syawal untuk membayar zakat kepada fakir miskin.
“Untuk memenuhi hajat orang lain (mustahiq), selain zakat, dalam ajaran filantropi (kedermawanan), ajaran Islam memberikan jalan lain dalam berderma, seperti infak, sedekah, waqaf, dan hadiah. Keempat bentuk derma ini tidak terkait dengan nisab dan haul,” imbuhnya.
Terkait membayar zakat juga sering didorong agar dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti Ramadan, dengan alasan bulan berkah, saat dilipatgandakan pahala. Terlebih lagi, zakat pada saat Ramadan beriringan kebutuhan masyarakat semakin meningkat.
“Bagi fakir miskin, kebutuhan itu tidak dapat dia penuhi. Atas dasar inilah, sangat dianjurkan berderma pada mereka untuk memenuhi hajat hidup mereka yang miskin tadi. Dalam hadits, “Allah akan meolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.(HR Muslim),” pungkasnya.
Selain itu, keutamaan berzakat adalah menjadikan umat Islam sebagai satu keluarga besar, yang saling membantu satu sama lain. Empati saat berzakat menimbulkan perasaan bahwa memiliki saudara sesama yang harus diperlakukan dengan baik, sebagaimana kebaikan yang telah Allah SWT berikan.
Sebagaimana firman Allah SWT pada Al Qur’an Surat Al-Qasas ayat 77:
…وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ..
…Dan berbuat baiklah (kepada orang lain), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…
( rizqon)
Editor: Abadi