Minim perhatian, Pendidikan di Desa Aing Bantai Merasa di Anak Tirikan

Potret kegiatan pembelajaran di SDN Aing Bantai yang terkesan seadanya dan minim perhatian Pemerintah. (Foto : Dayat/klikkalsel.com)

BARABAI, klikkalsel.com – Jauh berada di Pedalaman Pegunungan Meratus, Sekolah Dasar Negeri (SDN) Aing Bantai yang berlokasi di Desa Aing Bantai, Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) tentunya seperti kisah klasik pendidikan pedalaman yang minim perhatian.

Demi memfasilitasi anak-anak setempat untuk mendapatkan pendidikan, pada tahun 2003 sekolah tersebut dibangun melalui PNPM Desa serta melibatkan seluruh masyrakat setempat dalam pembangunannya.

Seorang guru SDN Aing Bantai, Atah (27) menuturkan, pendidikan di daerah terpencil bukan hanya tidak dipedulikan, bahkan menurutnya di anak tirikan.

“Disaat sekolah-sekolah di kota mengalami kemajuan dengan masuk digitalisasi, sedangkan murid-murid kami disini bisa membaca dan menulis saja sudah syukur,” tuturnya, Selasa (9/11/2021).

Baca juga: Sempat Putus, TNI-Polri, BPBD HST dan Masyarakat Gotong-Royong Bangun Jembatan Darurat

Kemudian, Atah yang hanya lulusan SMA (2013) mengabdikan dirinya sebagai guru kontrak selama 8 tahun berjalan untuk mencerdaskan anak-anak bangsa di desa tersebut, yang juga masih merupakan sanak-saudaranya.

Diketahui, SDN Aing Bantai tersebut merupakan sekolah filial dari SDN Batu Perahu yang jaraknya berkisar14,8 Km dan hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki mendaki beberapa gunung dan melewati beberapa sungai.

Karena perjalanan dilakukan dengan mendaki, secara rata-rata waktu tempuh untuk mendapati SD tersebut 6 jam untuk orang lokal atau sudah terbiasa, sedangkan orang baru berkisar dari 10 hingga 15 jam dari titik terakhir sepeda motor di Desa Batu Perahu yang juga berada di Pegunungan Meratus HST.

Ditambah lagi, bahaya pacat penghisap darah (lintah), binatang buas, dan kondisi alam yang tidak bisa diprediksi kerap kali mengintai dan ditemui selama perjalanan. Hal itu menjadikan sebuah tantangan yang sangat besar yang harus dilewati untuk menjumpai sekolah tersebut.

Dalam perjumpaan wartawan klikkalsel.com pada September silam, terlihat sekolah tersebut tampak kumuh dan fasilitasnya pun sudah lapuk dan terbilang seadanya.

Kemudian, dalam forum diskusi yang dilaksanakan di Balai Adat tersebut pun, mayoritas masyarakat juga mengeluhkan minimnya perhatian dari Pemerintah terhadap pendidikan.

Selain itu, dari pengakuan masyarakat mayoritas kalangan tua setempat merupakan buta aksara, sehingga mereka menaruh harapan besar terhadap anak-anaknya untuk bisa keluar dari penyakit yang telah lama membelenggu mereka.

“Semoga ada tambahan gedung, bangunannya ini sudah rapuh. Kalau bisa ada rehab atau penyekat ruangan, karena muridnya tidak terlalu banyak sehingga ruangan ini bisa disekat,” tutur Atah.

Selanjutnya, untuk guru diharapkan Pemerintah ada perhatian lebih kepada para guru di pedalaman ini. Karena, penghasilan kontrak Rp 1,5 juta yang kami dapat habis untuk turun naik atau akomodasi saja sebenarnya.

“Kepada Pemerintah, Fokus perhatian terhadap pendidikan sangat diharapkan. Karena, selama ini pendidikan di daerah terpencil bukan hanya tidak diperhatikan, akan tetapi di anak tirikan. Mari kita sama-sama kita majukan sekolah yang ada di daerah terpencil ini,” tuturnya. (dayat)

Editor : Akhmad