Kenapa LGBT Makin Menjamur dan Apakah Perilaku Tersebut Bisa Disembuhkan?

Sabit Tohari M.Si.Psikolog Dosen prodi Bimbingan Konseling FKIP Uniska Banjarmasin

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) adalah sebuah istilah yang disematkan kepada mereka yang memiliki orientasi seksual diluar heteroseksual (ketertarikan seksual kepada lawan jenis) seperti biseksual ( ketertarikan seksual kepada pria dan wanita) maupun homoseksual (ketertarikan seksual sesama jenis).

Kelompok ini menurut sejarah dan catatan beberapa kitab suci telah ada sejak jaman nabi. Dan dicap sebagai sebuah penyimpangan yang diharamkan oleh agama, khususnya Islam.

Perkembangan jaman telah membuat sikap ini mulai diterima di beberapa negara barat, bahkan ada beberapa negara yang melegalkan pernikahan kaum ‘bendera Pelangi’ ini. Keberadaan dan eksitensi mereka diterima di negara-negara tersebut.

Hingga kini perilaku ‘nyleneh’ itu masih tabu dan menyimpang di Indonesia, karena dianggap menyalahi aturan agama dan kodrat sebagai manusia yang diciptakan secara berpasangan, yakni lelaki dan perempuan.

Meski demikian tidak membuat keberadaan mereka ‘punah’ di Indonesia, malahan belakangan mereka sudah tak malu-malu untuk ‘unjuk gigi’ ke publik. Kenapa hal yang dianggap salah makin ramai diikuti?

Sabit Tohari, M. Si. Psikolog, seorang psikolog di Banjarmasin saat dihubungi klikkalsel.com menyebut fenomena ini terjadi karena kemungkinan para pelaku LGBT sudah mulai mengadopsi kehidupan masyarakat barat. Dimana ujarnya, disana gaya hidup LGBT sudah dianggap sesuatu yang wajar dan sudah menjadi bagian dinamika kehidupan masyarakat.

Baca Juga : Bisakah Pelaku LGBT Dipidana?

Baca Juga ; Video Tidak Senonoh Sesama Jenis Viral, Diduga Mahasiswa di Banjarmasin

“Saat ini mungkin sudah banyak dari mereka yang telah membuat klub-klub komunitas tersebut . Hal itu mungkin yang membuat mereka berani unjuk gigi,” ujarnya, Kamis (29/9/2022).

Akses media sosial juga membuat mereka semakin mudah dan berani menunjukan eksistensinya di ruang-ruang publik. Munculnya public figure atau selebgram yang bertingkah gemulai dan disinyalir sebagai pelaku LGBT juga membuat mereka tak malu-malu lagi untuk tampil mengikuti ‘trend’.

“Selain bermunculannya public figure yang bertingkat gemulai, salah pola asuh anak sejak dini juga menjadi pemicu muculnya perilaku tersebut,” lanjutnya.

Sikap salah asuh orang tua dan lingkungan ujarnya juga sangat mempengaruhi mental anak dalam menghadapi pengaruh buruk dari pergaulannya. Ia mencontohkan, seorang anak yang tidak diterima dilingkungannya, ia akan mencari sebuah lingkungan baru dan beradaptasi di dalamnya. Yang jadi masalah ketika ia masuk dalam lingkungan yang salah dan terjerumus di dalamnya.

“Bisa juga sikap itu muncul karena kekecewaan dan jengkel terhadap lawan jenis,” jelasnya.

Ia pun menampik dengan tegas jika perilaku menyimpang itu dikatakankan merupakan gen bawaan dan menurun. Karena menurutnya persepsi itu hanya sebuah pembenaran dan cara mempermudah agar bisa diterima masyarakat.

Ditanya apakah perilaku menyimpang itu dapat disembuhkan, pria yang menjadi dosen di Prodi Bimbingan Konseling FKIP Uniska Banjarmasin ini meyakini hal itu dapat dilakukan. Meski ia belum pernah secara langsung menanganii konseling dan psiko terapi terhadap mereka, namun dari apa yang dipahaminya perilaku menyimpang ini jika ditangani dengan benar maka akan hilang.

“Keinginan yang kuat, ada yang memfasilitasi, ada yang mendukung dan mengarahkan kepada hal yang benar agar tidak kembali ke lingkungan itu lagi. Maka (perilaku) akan hilang, karena ini merupakan habit atau kebiasaan,’ jelasnya lagi.

Menanggapi perilaku menyimpang yang kini cukup banyak diadapopsi kalangan mahasiswa dan pelajar jika mengacu dari dua video yang disinyalir dilakukan oleh oknum mahasiswa, ia menyebut berpengetahuan tidak menjamin terlepas dari jerat tingkah ‘nyeleh’ itu. Tanpa didasari oleh Pendidikan moral dan agama yang bagus, semua kalangan bisa saja terjerumus didalamnya.

Untuk itu ia menyarankan agar dunia pendidikan tidak hanya menekankan pola didik pengajaran kepada intelektualitas semata, namun juga lebih menyentuh moralitas si anak didik. Jika moralitas tidak disentuh, maka tidak menutup kemungkinan perilaku LGBT makin menjamur di massa yang akan dating. (David)

Editor: Abadi