Hindari Gangguan, Berikut Ritual Khusus Sebelum Pagelaran Wayang

Sejumlah pelaksana pagelaran Wayang Sampir dan Wayang Karasmin yang mempunyai hajat menyajikan 41 macam Wadai Khas Banjar. (Foto : Dayat/klikkalsel.com)

BARABAI, klikkalsel.com – Pagelaran Wayang Sampir dan Wayang Karasmin yang dibawakan oleh Bima Cili Group Tatah Barikin bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Tengah (HST) dan PT Nalagareng Resources dipertontonkan kepada masyarakat Bumi Murakata, di Taman Wisata Pagat, Desa Pagat, Kecamatan Batu Benawa HST.

Permainan wayang dibawakan Dalang Radiman Dimansyah dan Dalang Muda Budiarjo Jojo.

Rupanya memiliki sebelum pertunjukan dimulai, panitia atau dalang biasanya menyiapan ritual khusus, yakni dengan menyajikan 41 macam Wadai Khas Banjar.

Pertunjukan wayang memiliki kekhasan aura tersendiri, ritual tersebut pun menjadi sangat sakral dilakukan.

Arie Yuandani dari PT Nalagareng Resources mengungkapkan, sebelum Wayang ditampilkan penyelenggara menyusun wadai dan menaikan sesaji ke ancah terlebih dahulu.

Wadai khas Banjar yang disajikan, berupa apam merah, apam putih, wajik, dan berbagai macam wadai Khas Banjar lainnya. Kemudian adapula sesaji yang berupa 1 ekor kambing, bunga-bungaan, pisang, dan lainnya.

“Untuk wadai paling minimal 41 macam Wadai Khas Banjar, lebih boleh dan kalau kurang jangan. Namun kalau yang sekarang ada 44 macam,” ungkapnya, Minggu (3/10/2021) di Barabai.

Menurut dia, ritual khusus atau piduduk dalam tradisi Banjar itu, agar jalannya cerita wayang yang diangkat bisa berlangsung aman dan lancar, tanpa ada ganjala atau gangguan.

Baca Juga : Hidupkan Kembali Budaya, Bima Cili Group dan Pemkab HST Persembahkan Pagelaran Wayang Sampir dan Karasmin

Penjabat Sekda HST Muhammad Yani menambahkan, ritual khusus itu dilakukan untuk mendatangkan aura-aura positif bagi kawasan pelaksanaan ini.

“Ritual tersebut tujuannya agar wilayah ini tidak dipandang kawasan yang angker, melainkan kawasan yang bersahabat bagi semua orang,” ucapnya.

Lebih lanjut, Dalam Bahasa Banjar Pahuluan Kuno ini merupakan tolak balanya kaum kiri dan kalau kaum kanan itu adalah santri yang artinya bercampur dengan budaya-budaya lama dan berupaya untuk menyampir.

Sebenarnya menyampir ini hanya ada 2 wayangnya, yaitu ketika orang gila minta disembuhkan itu wayang sampir. Dan ketika ada hajat yang biasanya dilakukan sultan ataupun orang yang memang mempunyai kekuasaan pemimpin.

“Jadi dalam pelaksanaan ini adalah hajatnya bupati kita untuk mengembalikan budaya-budaya yang ada ini, sebagai aset untuk ditingkatkan menjadi event-event pariwisata,” tambahnya.

Selanjutnya, untuk Wayang Karasmin merupakan wayang yang diperuntukkan untuk hiburan atau keramaian.

“Dalam pembawaan kali ini Wayang Sampir dibawakan di penampilan awal dan Wayang Karasmin berlangsung hingga waktu subuh,” lanjutnya.

Sementara itu, Wakil Bupati HST H Mansyah Saberi mengaku bangga dengan digelarnya Wayang Sampir dan Karasmin tersebut.

Menurutnya, dengan pagelaran tersebut merupakan suatu pengembangan wisata dan ekonomi masyarakat setempat serta menghidupkan kembali salah satu kesenian banua dari berbagai warisan kebudayaan masa lampau.

“Yang ditampilkan itu kan punyanya HST, bahkan saya saja ditapung tawari tadi (prosesi adat),” tukasnya. (dayat)

Editor : Akhmad