Harga Beras Lokal Melambung Berpengaruh Terhadap Inflasi di Kalsel

Adiansyah petani sekaligus pengusaha beras melakukan penggilingan padi di tempat produksinya.

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Harga beras lokal saat ini mengalami kenaikan akibat gagal panen di beberapa daerah pemasok beras di Kalimantan Selatan (Kalsel) dan kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal ini dipastikan berdampak pada perekonomian masyarakat menengah kebawah dan inflasi di Kalsel.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalsel mengungkapkan kondisi tersebut akan berpengaruh besar terhadap inflasi. Pasalnya, mayoritas masyarakat Kalsel hanya terbiasa memakan nasi dari beras lokal, hanya sedikit yang terbiasa menggunakan jenis beras unggul atau yang biasa disebut beras jawa oleh masyarakat Kalsel.

Menurut Kepala BPS Provinsi Kalimantan Selatan, Yos Rusdiansyah, komoditas beras lokal dan unggul memang berkontribusi besar dalam inflasi dan juga dalam menyusun Garis Kemiskinan.

“Maka bila harga beras bergerak naik tentunya inflasi dan garis kemiskinan ikut naik dengan asumsi harga lainnya tetap,” ucapnya, belum lama tadi.

Rusdiansyah menyampaikan, pasokan dan konsumsi beras sudah sepatutnya dipantau agar ketersediaan pangan dan kendali harga memberikan manfaat bagi petani dan konsumen. Lebih lanjut, menjaga ketersediaan beras disebutkannya sangat strategis. Misalnya seperti yang terjadi saat ini yakni kegagalan panen

“Maka dukungan stakeholders dengan berbagai program dan kebijakannya sangat diperlukan, untuk melindungi masyarakat dalam produksi dan konsumsi,” tuturnya.

Mengingat, secara catatan statistik petani Kalsel sudah sejak lama menanam beras lokal.
Sekitar 90 persen beras lokal ditanam di Kabupaten Banjar dan Batola.

Baca Juga : Paman Birin dan Bupati/Wali Kota se-Kalsel Komitmen Kendalikan Inflasi

Baca Juga : Stok Beras Stabil Berpeluang Ekspor

Jadi menurutnya lagi, kekuatan beras lokal memang sangat dominan di Kalsel. Rusdiansyah menyebutkan, ada beberapa keuntungan dengan tersedianya beras lokal.

Pertama, untuk konsumsi sendiri karena rasa dan selera yang cocok dengan masyarakat.
Kedua, harga saat panen dan bahkan saat puncak panen selalu lebih tinggi dari HPP.

Ketiga, mudah dijualbelikan atau lebih liquid.
Keempat, beras lokal yang jadi stok, bila kadar air sudah sangat rendah maka harganya lebih mahal lagi.

“Langkah-langkah untuk menghadapi kondisi seperti ini seperti membiasakan konsumsi beras unggul, itu juga alternatif yang humanis,” pungkasnya.

Sementara itu, petani sekaligus pengusaha beras di Kabupaten Banjar, Adiansyah menyampaikan perubahan harga beras lokal di pasaran rata-rata terjadi kenaikan 20 persen.
Berikut perubahan harga varian beras lokal per liter di tempat produksinya.

– Mayang super Rp.12.000 Naik jadi 14.000-15.000
– Unus mutiara ,Siam unus,Siam jambun11.000 naik jadi 13.000-13.500
– Siam rukut 10.000 naik jadi 12.000
– Siam Arjuna 9.000 naik jadi 11.000
– Siam Kupang 9.000-naik 11.000
– Siam Pandak 8.000 naik jadi 10.000-11.000
– Beras pakatan lokal dari 12.000 naik jadi 14.000
– Beras merah lokal 30.000 naik jadi 35.000

Kemudian Varian unggul atau beras IR
– Chirang Rp.7.000 naik jadi 9.000
– Impari Rp. 8.000 naik jadi 9.000-10.000
– Ir 42 Rp.8.000 naik 9.000-10.000
– Mikongga Rp.8.000 naik -9.000
– Beras ganal Rp. 7.000 naik 8.000-9.000

Adi mengakui sangsi dengan daya beli masyarakat saat ini, mengingat terjadinya inflasi. Bahkan, dia mengatakan penurunan penjualan terjadi sebelum kenaikan harga BBM bersubsidi.

“Selama 2 bulan sebelum BBM berusaha naik, daya beli masyarakat menurun terus ditambah lagi dengan kenaikan BBM ini pasti daya beli masyarakat menurun,” pungkasnya. (rizqon)

Editor: Abadi