Dengan parameter demikian, menurutnya wacana penundaan Pemilu 2024, yang mana ada menambah masa jabatan presiden, memperpanjang masa jabatan parlemen, dan kepala daerah, nyata-nyata adalah potret pelanggaran konstitusi yang berjamaah.
Secara tegas, dia menilai apabila hal tersebut terjadi maka lebih didasari pada dahaga atas kekuasaan dan bukan berdasarkan perjuangan tegaknya negara hukum. Kalaupun prosedur perubahan konstitusi dilakukan, maka perubahan yang dilakukan dengan melanggar prinsip konstitusionalisme yang pondasi dasarnya adalah pembatasan kekuasaan, adalah batal demi konstitusi itu sendiri.
“Sama sekali tidak boleh konstitusi diubah untuk melegitimasi pelanggaran konstitusi, apalagi disalahgunakan untuk memperbesar kekuasaan, yang justru seharusnya dibatasi oleh konstitusi itu sendiri,” ucapnya.
“Tidak boleh konstitusi disalahgunakan untuk memberikan legitimasi, atas penumpukan kekuasaan yang sejatinya melanggar maksud dan tujuan hadirnya hukum dasar konstitusi itu sendiri,” tandas Denny.
Baca Juga : Korban Keracunan Massal Tak Menyangka Didatangi Paman Birin
Dia berharap, para pihak agar mencegah rencana pelecehan massal konstitusi ini terus dilanjutkan. Maka harus ada penolakan di berbagai elemen.
“Seharusnya Presiden Jokowi, sebagai Kepala Negara harus segera meluruskan pelanggaran serius ini. Itu kalau beliau serius dengan sumpah jabatannya di atas Al Qur’an untuk menjalankan konstitusi dengan selurus-lurusnya, dan jika beliau tidak ingin dianggap sebagai bagian dari pelaku yang jusru mengorkestrasi pelanggaran konstitusi bernegara tersebut,” sebutnya.
Sebelumnya, KPU RI telah resmi menetapkan hari pemungutan suara Pemilu serentak tahun 2024. Pemilu legislatif dan pemilu presiden jatuh pada Rabu 14 Februari 2024, pemungutan suara pemilihan kepala daerah(Pilkada) pada Rabu, 27 November 2024. Penetapan itu telah dituangkan dalam Keputusan KPU RI Nomor 21 Tahun 2022. (rizqon)
Editor: Abadi