BANJARMASIN, klikkalsel.com – Perkara dugaan korupsi suap, gratifikasi dan pencucian uang dengan terdakwa Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Nonaktif, H Abdul Wahid terus bergulir di Pengadilan Tipikor Banjarmasin dengan agenda pembelaan, Senin (8/8/2022).
Dalam pembelaannya terdakwa melalui Tim Penasihat Hukumnya telah menyusun dan menuangkan 9 bab nota pembelaan pada 1.011 lembar halaman yang diserahkan kepada Majelis Hakim diketuai Yusriansyah serta kepada Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pembelaan yang dibacakan penasihat hukum, Abdul Wahid menyatakan ada beberapa dakwaan dan tuntutan yang disampaikan Penuntut Umum KPK yang tidak terbukti dalam persidangan.
Diantaranya, terkait dakwaan dan tuntutan tentang uang Rp 195 juta yang dikatakan dalam persidangan uang tersebut telah diterimanya sebagai fee proyek pengerjaan di HSU.
“Uang Rp 195 juta itu memang tidak pernah diterima terdakwa, tapi diterima oleh Maliki (Mantan Kadis PUPRP HSU),” ujar Penasihat Hukum terdakwa, Fadli Nasution.
Kemudian, Fadli juga mengatakan, tidak seluruhnya jumlah dana yang dihitung oleh Penuntut Umum KPK benar-benar diterima oleh kliennya.
Dalam pembelaan juga disertakan perhitungan pihaknya atas dana gratifikasi berupa fee kontraktor pemenang lelang pekerjaan yang diterima oleh kliennya yaitu hanya sebesar Rp 11,5 miliar lebih.
Baca Juga : Sidang Lanjutan Perkara Dugaan Korupsi Fee Proyek HSU, Wahid Bantah Keras Keterangan Saksi
Baca Juga : Parah! Hydrant Utama di Pyramid Suites Tak Bisa Difungsikan
Jumlah itu selisih sekitar Rp 14,5 miliar dari tuntutan uang pengganti sebesar Rp 26 miliar yang dituntutkan Penuntut Umum KPK kepada terdakwa sebagai uang pengganti.
Meminta agar pihak-pihak yang turut menerima dan menikmati gratifikasi juga turut dihadapkan pada proses hukum dan mengembalikan dana sebagai bagian dari uang pengganti yang dituntutkan kepada kliennya.
Disamping itu, terdakwa Abdul Wahid yang hadir secara virtual dari Lapas Kelas IIA Banjarmasin juga menyampaikan pembelaannya secara pribadi.
Dia meminta maaf kepada seluruh pihak termasuk masyarakat HSU dan masyarakat Kalsel yang menyoroti perkara tersebut.
“Saya secara pribadi berkenan mempertanggungjawabkan perbuatan saya, tapi saya harap putusan yang seadil-adilnya dan seringan-ringannya dari Majelis Hakim,” kata Abdul Wahid.
Setelah itu, Majelis Hakim kembali menunda persidangan tersebut untuk dilanjutkan pada Senin (15/8/2022) mendatang.
Sementara itu, Penuntut Umum KPK, Titto Jaelani mengatakan, tetap pada tuntutannya.
“Kalau terkait selisih perhitungan gratifikasi yang diterima berbeda ya itu hal biasa saja mereka punya perhitungan kami juga punya perhitungan sendiri,” jelas Titto.
Diketahui, pada sidang sebelumnya Abdul Wahid dituntut dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 26 miliar.
Jika setelah satu bulan putusan inkrah dan terdakwa tak dapat membayar uang pengganti, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa lalu dilelang untuk membayar uang pengganti. Namun jika tak juga mencukupi, maka terdakwa dipidana selama enam tahun. (airlangga)
Editor: Abadi