BANJARBARU, klikkalsel.com – Tak hanya proyek Jalan Liang Anggang-Bati-Bati yang dikerjakan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalsel dikeluhkan masyarakat, baru-baru ini kembali mengemuka proyek lain yang diduga turut amburadul. Hal tersebut diungkap Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Kalsel terkait buruknya kinerja kontraktor yang berpotensi merugikan negara.
Proyek amburadul itu yakni penggantian sejumlah jembatan di Jalur Trans Kalimantan Poros Selatan yang juga tak kunjung selesai. Dampaknya, hal tersebut menghambat mobilitas masyarakat pengguna kendaraan roda empat dan roda dua yang harus bergantian melintas karena hanya satu jalur yang bisa dilewati.
Proyek yang didalam kontraknya bernama Penggantian Jembatan Sungai Kintap Kecil I direncanakan selesai tahun 2021 lalu dengan masa kerja 9 bulan. Atau dimulai sejak April 2021 dan harusnya sudah selesai pada 24 Desember 2021 silam. Belakangan, ternyata proyek ini harus diputus kontraknya pada Desember 2021 lalu, dengan progres pekerjaan hanya 34,10 persen.
Alhasil, Kepala BPKP Kalsel, Rudy M. Harahap, memanggil Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Selatan, Syauqi Kamal untuk menjelaskan macetnya pengerjaan proyek bernilai Rp19.767.975.000 dengan penyedia jasa PT Vasco Indo Persada, yang beralamat di Jakarta Timur, dan disupervisi oleh konsultan PT Tema Karya Mandiri.
Proyek sendiri meliputi penggantian 5 buah jembatan meliputi Tanah Laut dan Tanah Bumbu yakni Jembatan Sungai Kintap Kecil I, Jembatan Sungai Vatikunyuk, Jembatan Sungai Bantaian, Jembatan Sungai Haji Keke dan Jembatan Sungai Tanah Merah I.
Keterangan BPJN Kalsel ke BPKP menjelaskan, pemutusan kontrak harus dilakukan karena penyedia jasa buruk dalam manajemen pelaksanaan proyek dan tidak memiliki kemampuan keuangan yang memadai.
Buktinya, sejak April 2021, walaupun telah menerima uang muka 20 persen senilai Rp3.953.595.000 dari kontrak, progres pekerjaan sangat lambat dan hanya mencapai 34,10 persen.
Baca Juga : Anak-anak Basah-Basahan Berangkat Sekolah, Warga Pengambangan Bangun Titian Swadaya
Baca Juga : BPKP Kalsel Panggil Kepala Balai Jalan Soal Proyek Jalan Liang Anggang – Bati-Bati Yang Terkesan Amburadul
Sesuai dengan ketentuan, bila deviasi progres kemajuan mencapai 10 persen, maka harus dilakukan show cause meeting (SCM) dan teguran. BPJN telah melakukan SCM dan tiga kali teguran, tapi PT Vasco Indo Persada tetap tidak menunjukkan itikad baik dan menyerah untuk menyelesaikan pekerjaan.
Pihak BPJN menerangkan, untuk progres pekerjaan 34,10 persen tersebut, Negara telah membayar kepada penyedia jasa Rp6.742.305.000 atau 33,89 persen dari nilai kontrak. Langkah-langkah yang telah diambil pasca pemutusan kontrak adalah, BPJN Kalsel mencairkan jaminan pelaksanaan 5 persen dan telah diterima Kas Negara.
Sementara itu, uang muka yang belum dikembalikan ke Negara saat ini Rp2.402.864.850 masih dalam proses penagihan. Terdapat jaminan uang muka Rp3.953.595.000, yang diterbitkan oleh Konsorsium Jaminan Surety Bond.
Saat pendalaman, hasil pantauan BPKP Kalsel, capaian proyek penggantian 5 jembatan menunjukkan masih jauh dari fungsional. Pertama, Jembatan Sungai Kintap Kecil I, konstruksi box culvert dari rencana lebar 12 meter, baru terealisasi 5,6 m. Akibatnya lalu lintas masih menggunakan setengah dari lebar jembatan lama.
Kedua, Jembatan Sungai Vatikunyuk, konstruksi box culvert, rencana lebar 12 m, realisasi 12 m, hingga sudah dapat dilewati. Ketiga, Jembatan Sungai Bantaian, konstruksi girder beton, rencana lebar 13 m, realisasi baru tiang pancang, lalu lintas masih menggunakan jembatan lama.
Keempat, Jembatan Sungai Haji Keke, konstruksi box culvert, dari rencana lebar 13 m, realisasi baru jembatan sementara. Kelima, Jembatan Sungai Tanah Merah, konstruksi box culvert, rencana lebar 18 m, realisasi 9,14 m, lalu lintas masih menggunakan jembatan lama.
Berkaca amburadulnya proyek tersebut, BPKP Kalsel menilai harus ada perbaikan prosedur lelang. Dari berbagai proyek yang bermasalah di Kalimantan Selatan, terdapat modus terkait harga penawaran kontraktor, yaitu kontraktor, saat lelang, hanya menawar di kisaran 80 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
“Mungkin ini sebagai upaya untuk memenangkan lelang, tetapi kurang memperhitungkan kemampuannya untuk melaksanakan proyek,” jelas Rudy, Sabtu (5/2/2022).
Di sisi lain, BPKP Kalsel juga memperhatikan, prosedur evaluasi penawaran yang dilakukan oleh Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Kalimantan Selatan kurang memadai.
Ini untuk memperoleh keyakinan bahwa para penawar mampu melaksanakan proyek, terutama dilihat dari calon pemenang lelang, kompetensinya, kapabilitas sumber daya, dan kemampuan keuangannya.
Mencermati hal itu semua, kata Rudy, pihaknya menyarankan langkah strategis perubahan prosedur evaluasi penawaran. Dengan demikian, maksud dibentuknya BP2JK untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme pengadaan barang dan jasa dapat terwujud.
“Hal ini dapat terwujud, salah satunya, proyek dilaksanakan oleh kontraktor yang kompeten dan kapabel,” tegasnya.
Terkait risiko kerugian negara Rp2.402.864.850 dari uang muka yang masih tersisa ditegaskan Rudy harus ada penagihan ketat oleh BPJN Kalsel. Sebab, hal tersebut berpotensi menjadi kerugian negara.
“Uang muka tersebut harus segera ditagih dan disetorkan ke Kas Negara,” tandasnya.
Dia menambahkan, BPJN Kalsel juga harus memperbaiki aktivitas pengendalian proyek selama ini. Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang mature, termasuk di dalamnya Managemen Risiko, harus menjadi solusi untuk menghindari munculnya permasalahan serupa di kemudian hari. (rizqon)
Editor: Abadi