BANJARMASIN, klikkalsel.com – Diskusi terkait pendanaan global untuk kegiatan kebudayaan masih berlanjut. Salah satu cara yang diambil Indonesia adalah untuk menyamakan persepsi para delegasi negara anggota adalah dengan menggelar orkestra G20.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek selaku Koordinator Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan G20, Hilmar Farid dalam diskusi online bertema “Kebudayaan untuk Bumi Lestari” yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) pada Kamis, (11/8/22).
Hilmar menjelaskan, terdapat begitu banyak perbedaan-perbedaan dalam forum G20. Sehingga membutuhkan usaha yang keras untuk mencapai kesepakatan.
Sebagaimana diketahui, tambah Hilmar, G20 adalah forum untuk mencapai kesepakatan secara khusus di bidang ekonomi yakni kesepakatan kerjasama di bidang finance. Hal ini mengakibatkan culture dilihat sebagai komplementari. Artinya tidak masuk dalam pembicaraan inti.
“Dan kita semua tahu bahwa G20 adalah forum yang fokus utamanya adalah ekonomi, yakni kerjasama di bidang finance,” kata Hilmar.
Sehingga untuk mencapai kesepakatan, Hilmar mengungkapkan, dibutuhkan usaha yang sangat keras. Maka dari itu, Indonesia mengambil inisiatif baru yakni melalui orkestra.
“Di musik, itu harmoni adalah kunci. Kita ga mungkin bikin orkestra kalau oran gak bersepakat untuk main, untuk terlibat di dalam itu,” jelasnya.
Hilmar menuturkan, kebudayaan sebetulnya baru mulai dibicarakan secara formal di forum G20 ketika Italia memegang presidensi. Di mana saat itu, dibentuk working group khusus mengenai culture.
“Nah, kita di masa presidensi Indonesia, kita memutuskan untuk tidak membentuk working group. Tetapi lebih banyak melibatkan pelaku budayanya,” ujarnya.
“Itu sebabnya, kita bikin orkestra. Orkestra ini adalah inisiatif baru. Indonesia yang bikin gitu. Dan itu inisiatif yang sangat menarik,” imbuhnya.
Baca Juga : Kota Banjarmasin Ramaikan Festival Budaya Dengan Adat Banjar
Baca Juga : Ketua Dewan Kalsel Minta Adat dan Budaya Dijadikan Pijakan Membangun Banua
Dengan orkestra ini, lanjut Hilmar, Indonesia ingin menyampaikan kepada dunia bahwa silahkan berdebat mengenai banyak hal, namun dalam culture, semua dapat mencapai kesepakatan.
“Itu yang kita mau sampaikan. Silahkan berdebat mengenai ekonom politik dan lain-lain, tapi di culture, itu semuanya bisa ketemu dan simbolnya orkestra yang nanti dipimpin oleh Indonesia melibatkan semua negara anggota,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Hilmar menyampaikan kesadaran terhadap kelestarian lingkungan dalam budaya masyarakat Indonesia sangat tinggi. Kesadaran itu terlihat dalam berbagai tradisi dan filosofi hidup sehari-hari.
“Kurang lebih filosofinya gini deh. Mengambil itu secukupnya. Dengan begitu kita bisa menjaga kelestarian,” kata Hilmar.
Menariknya, Hilmar menjelaskan, praktek-praktek seperti ini tidak hanya ada di Indonesia tapi juga di berbagai negara-negara lainnya di dunia. Hilmar menegaskan filosofi atau cara hidup yang bersumber dari local wisdom ini bertebaran di mana-mana.
“Bahkan kita lihat, bukan hanya dipraktekan di pedesaaan tapi juga di perkotaan dengan menerapkan sistem pertanian urban farming dan sebagainya,” katanya.
Maka dari itu, menangkap moment Indonesia presidensi G20, Kemenristekdikti mengambil inisiatif berupaya melakukan langkah konsolidasi melalui SOM G20 Culture.
Tujuannya untuk menciptakan platform agar praktek-praktek ini bisa mendapat dukungan secara global.
“Kemudian persoalan kedua yang muncul dalam SOM G20 ini harus ada skema pembiayaan. Sehingga apa, praktek-praktek yang bagus itu bisa dipertemukan dalam satu skema pendanaan. Sehingga dia kemudian betul-betul menjadi gerakan yang solid gitu,” ujarnya.
“Itu sebetulnya inti pertemuan ya di SOM G20 ini. Jadi kesepakatan mengenai dua hal. kalau yang pertama semua kayaknya setuju. Harus ada perubahan dalam cara kita hidup,” imbuhnya.
Namun saat ini tantangannya, Hilmar menambahkan, adalah soal mempertajam pembahasan terkait mekanisme dan skema pembiayaan dari global fund terhadap praktek-praktek atau filosofi hidup itu agar berjalan efektif.
“Tinggal sekarang tantangan kita masih diskusi bagaimana mekanismenya yang namanya global fund ini untuk membiayai semua praktek-praktek ini agar bisa berjalan efektif,” pungkasnya.
Sementara itu, secara terpisah penggiat seni budaya Kalimantan Selatan, Bajau Malela mengapresiasi unsur kebudayaan diangkat pada Presiden G20. Menurutnya budaya adalah pemersatu tak hanya dalam negeri bahkan nanti negara.
“Seni budaya adalah pemersatu! Banyak menghasilkan nilai-nilai positif di kehidupan tak terkecuali terhadap perekonomian,” ujar pria asal Kabupaten Barito Kuala yang pernah mewakili Indonesia tampil menari Japen Melayu bersama seniman tari Kalsel di ajang Internasional, Malaysia, pada tahun 1999.
Bajau yang juga Ketua Dewan Kesenian Barito Kuala dan Kordinator Sanggar Permata Ije Jela berharap nilai-nilai budaya terus dilestarikan. Pelestarian seni budaya, ujarnya akan membawa perbaikan pada sisi lingkungan dan ekonomi. (rizqon)
Editor: Abadi