BANJARMASIN, klikkalsel.com – Pandemi Covid-19 yang terjadi sekitar dua tahun ini membuat seluruh sektor mengalami kemunduran, khususnya dunia kerja. Meski demikian, seluruh pihak didorong untuk kembali bangkit dari keterpurukan. Tentunya hal ini perlu penunjang yang berkualitas dalam menghadapi dunia kerja pasca pandemi.
Tim Juru Bicara G20, Maudy Ayunda mengatakan dalam dunia kerja di masa depan membutuhkan orang yang memiliki unique selling point.
“Kita sebagai manusia juga harus bisa berpikir bahwa kita juga memerlukan unique selling point semacam a personal value proposition juga. Karena dunia kerja kedepannya bukan lagi yang penting keterampilan, uniformity gitu. Karena adanya keterampilan, akan berubah terus gitu,” kata Maudy dalam dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 bertema “Pendidikan Berkualitas Hadapi Dunia Kerja Pasca Pandemi” pada Kamis, (23/6/22)
Menurutnya, dunia kerja di masa depan menuntut pribadi-pribadi yang memiliki semangat dan kemauan yang besar untuk terus melakukan self customize, self exploration dalam menunjang pendidikan diri sendiri.
“Pada saat itu yang dibutuhkan, perlu sekali self customize, self exploration dalam pendidikan diri sendiri,” terangnya.
Untuk mencapai hal ini, jelas Maudy Ayunda , dasarnya adalah semangat dan kemauan yang besar untuk terus belajar. Ini penting untuk dimiliki setiap anak-anak Indonesia tambahnya.
“Karena memang foundation-nya itu ingin terus belajar, itu precisely satu hal yang saya percaya, itu dibutuhkan di setiap anak muda dan juga anak-anak Indonesia bahwa kemerdekaan dan kemandirian itu sangat penting nantinya,” ujarnya.
Baca Juga : Dari Perdagangan Hingga Kesehatan Global Dibahas di G20 Yang Bakal Bawa Manfaat Indonesia dan Dunia
Baca Juga : Barabai Memiliki Catatan Sejarah Banjir Sejak 1928
Bicara mengenai pendidikan secara general, Maudy menegaskan, dirinya tertarik soal assessment (penilaian) sebagai driving force dalam menciptakan perubahan dalam sistem pendidikan kita.
“Maksudnya adalah sering sekali kita membahas kurikulum dan guru, walaupun kurikulum juga ada assessment di dalamnya, tapi assessment sebenarnya bisa menjadi big source of change pada saat assessment itu defining apa yang harus dipelajari,” ungkapnya.
Assessment yang dimaksud, Maudy mencontohkan, adalah ketika sang guru memberikan pertanyaan yang mengarah pada penggalian opini pada peserta didik. Dalam hal ini, Maudy menjelaskan, anak-anak terpacu untuk bisa berpikir mandiri dan kritis karena diimingi nilai.
Selain itu, para guru juga termotivasi untuk mengajarkan anak-anak dengan menanyakan pendapat mereka akan suatu hal. Yang terjadi dalam sistem pendidikan Indonesia, terang Maudy, para guru lebih banyak dibebankan dengan penilaian administratif.
“Ini pengalaman saya di beberapa sekolah, merasa sekali ketika bentuk ujiannya berubah, itu sebenarnya mindset stakeholder-nya juga ikut berubah-ubah,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Maudy mengatakan masalah pendidikan merupakan isu yang sangat kompleks. Hal ini dikatakan Maudy ketika ditanya penyebab adanya kesenjangan dan rendahnya tingkat pendidikan di beberapa wilayah di Indonesia.