BANJARBARU, klikkalsel.com – Polemik antar dua perusahaan batubara di Kabupaten Tapin yang berujung penutupan jalan hauling KM 101 Tapin hingga sekarang belum jua selesai. Lantas apa yang melatarbelakangi perkara yang mengakibatkan ribuan pekerja menganggur sejak 27 November 2021?.
Salah seorang Advokat di Kalsel, yakni Supiansyah Darham SE SH menyampaikan, sengketa tersebut bermula dari perjanjian
Maret 2010. PT Anugerah Tapin Persada (ATP) yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, diwakili Kurator membuat perjanjian kerjasama penggunaan tanah antara AGM dengan ATP.
Inti perjanjian adalah tukar-pakai tanah antara kedua belah pihak. Sehingga PT ATP memakai bidang tanah PT Antang Gunung Meratus (AGM) seluas 1.824 m2 yang di sebelah Timur Underpass Km 101 untuk jalan hauling PT ATP.
Sementara, PT AGM memakai bidang tanah PT ATP dengan luas yang sama di sebelah Barat Underpass KM 101 untuk hauling PT AGM.
Baca juga: Unjuk Rasa Para Sopir dan Pekerja Tongkang Batubara Meminta Jalan Hauling Dibuka
Supiansyah Darham menyampaikan, di dalam perjanjian ada pasal-pasal yang menyebutkan perjanjian berlaku sepanjang tanah yang ditukar-pakai masih digunakan untuk jalan hauling.
Perjanjian tidak berakhir dengan berpindahnya kepemilikan tanah. Perjanjian juga berlaku mengikat kepada para pihak penerus atau pengganti dari pihak yang membuat perjanjian.
Namun, pada tahun 2010, Kurator melelang aset dan proyek PT ATP dan dibeli oleh PT Bara Multi Pratama (BMP) sebagai pemenang lelang. Setelah itu PT BMP langsung menjualnya kembali kepada PT Tapin Coal Terminal (TCT).
Sejak itu, PT TCT yang mengelola aset dan proyek pelabuhan dan jalan hauling PT ATP dengan menggunakan tanah tukar-pakai sesuai perjanjian 2010. Sementara PT AGM menggunakan dan merawat tanah PT ATP yang telah digantikan PT TCT untuk jalan hauling PT AGM.
Permasalahan baru kemudian muncul pada 8 Oktober 2021. Lantaran jalan hauling PT AGM ditutup di atas tanah objek perjanjian sebelah Barat Underpass KM 101 dengan menggunakan spanduk.
“Tanah ini berdasarkan SPPF milik Suparmin Nomor 140 tahun 2021 dikuasakan kepada MA Wibisono, dilarang masuk/melintas,” ujar Supiansyah Darham, Kamis (16/12/2021).
Kemudian spanduk dipindahkan oleh pihak PT AGM. Selanjutnya, kejadian tersebut juga dilaporkan ke Polres Tapin dengan dasar dugaan pelanggaran Pasal 162 UU Minerba tentang gangguan terhadap usaha pertambangan yang sah.
Berlanjut pada 13 Oktober 2021, tanah objek perjanjian tersebut kembali ditutup oleh pihak PT TCT. Namun, jalan berhasil dibuka karena desakan masyarakat dan kontraktor hauling dan kepada PT TCT, menyusul ada mediasi dari Polres Tapin.
Pada 27 Oktober 2021, tanah objek perjanjian tersebut kembali ditutup dan diblokade oleh pihak PT TCT menggunakan unit water truck yang menyerong di jalan. Kemudian pihak PT AGM mengubah arah water truk dengan itikad baik agar jalan bisa kembali dilalui hauling kontraktor.
Terkait itu, PT TCT berkirim surat kepada PT AGM. PT TCT mengklaim sebagai pemilik tanah objek perjanjian di sebelah Barat underpass KM 101 dan menyatakan tidak terikat dengan perjanjian 2010.
Kemudian, PT AGM membalas surat tersebut. PT AGM menerangkan, mempunyai hak untuk menggunakan tanah tersebut berdasarkan Perjanjian 2010.
Terlepas itu, kejadian penutupan jalan hauling PT AGM tersebut kemudian dilimpahkan dari Polres Tapin ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kalsel, dan saat ini masih berjalan.
Namun, belakangan pada 29 Oktober 2021, PT TCT melaporkan PT AGM di Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Kalsel dengan dasar dugaan pengrusakan water truk dan masuk pekarangan di tanah objek perjanjian. Kemudian, Ditreskrimum Polda Kalsel mengadakan mediasi, pada 24 November 2021.
Dalam rapat kala itu, PT TCT mengajukan beberapa permintaan yang nilainya sangat dirasa sangat besar, termasuk permintaan fee. Hingga mediasi tidak mencapai kesepakatan.
Rapat mediasi itupun gagal diiringi gugatan PT AGM secara resmi menggugat perdata terhadap PT TCT di Pengadilan Negeri Tapin. Saat sengketa hukum antara dua perusahaan batubara tersebut masih berproses di pengadilan guna memastikan perjanjian 2010 dinyatakan sah dan masih berlaku.
Terkait dengan sengketa tanah yang berbuntut terhadap penutupan jalan hauling sejak 27 November 2021 di jalan underpass di KM 101, hingga berujung pemasangan police line oleh Polda Kalsel. Supiansyah Darham meminta kepada pihak Polda Kalsel agar melihat persoalan lebih bijaksana.
Menurut Supiansyah, tindakan itu menyebabkan masyarakat tidak bisa bekerja, sedangkan mereka butuh makan.
Advokat yang dikenal kritis menyatakan, terjadinya penutupan jalan hauling yang menyebabkan ratusan pekerja, khususnya para sopir tidak dapat melakukan aktivitas angkutan batubara seperti biasa.
“Silakan pihak perusahaan PT Antang Gunung Meratus dan PT Tapin Coal Terminal bersengketa, diselesaikan di pengadilan. Tapi jangan lupa, perhatikan nasib para sopir. Saya berharap pihak kepolisian dapat melihat persoalan ini lebih bijaksana, agar dapat membuka police line,” pungkasnya. (rizqon)
Editor: Abadi