BANJARMASIN, klikkalsel.com – Masyarakat Kalimantan Selatan (Kalsel) pasti tahu dengan Masjid Raya Sabilal Muhtadin. Namun, sepertinya tidak semua mengetahui sejarah serta proses kurun waktu berdirinya masjid megah yang terletak di jantung Kota Banjarmasin tersebut.
Mengenai hal itu, klikkalsel.com mencoba mengulik jejak histori proses berdirinya bangunan masjid Sabilal Muhtadin yang hingga saat ini menjadi kebanggaan warga Kota Banjarmasin.
Gagasan Pertama dan Lokasi Berdirinya Masjid Raya:
Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat, Mansyur, S.Pd., M.Hum yang juga sebagai Cendekia Kesultanan Banjar saat dihubungi klikkalsel.com Selasa (1/3/2022) menceritakan sejarah Masjid Raya Sabilal Muhtadin yang bermula dari gagasan aspirasi masyarakat Kalsel pada tahun 1960-an.
“Seperti kita ketahui masyarakat Kalsel yang mayoritas beragama Islam kala itu sangat menginginkan untuk dibangunnya sebuah masjid raya yang menjadi landmark sekaligus suatu kebanggaan,” ujarnya.
Aspirasi itu tidak lama ditanggapi positif oleh tokoh masyarakat, mulai pemuka agama Islam hingga tokoh pemerintahan di waktu itu.
“Seperti H. Hassan Basry (mantan Pangdam), H. Maksid (mantan Gubernur KDH), H. Yusi (mantan Pangdam) dan sejumlah tokoh lainnya serta para alim ulama,” katanya.
Baca Juga : Banyak Mahasiswa Tidak Tahu Eksistensi Hasanuddin HM
Baca Juga : Sempat Jadi Kawasan Angker, Ini Sejarah Taman Kamboja Yang Dulunya Jadi Lokasi Pemakaman Belanda
Mereka berkumpul untuk membahas aspirasi masyarakat dan menghasilkan kesepakatan untuk bermufakat membangun sebuah masjid raya sebagai pusat keagamaan di Ibukota Kalsel yaitu Banjarmasin.
Seperti kata Halimatus Sa’diah di tahun 2017 dalam risetnya tentang Masjid Raya Sabilal Muhtadin,” kata Mansyur dalam Studi Tentang Sejarah dan Perannya Dalam Pendidikan Islam di Banjarmasin mengemukakan, bahwa menurut rencana semula bangunan masjid tersebut akan dibangun dibekas lokasi hotel.
“Akan tetapi, atas saran Amir Machmud yang pada saat itu menjabat sebagai Pangdam X/Lam serta H. Aberani Sulaiman sebagai Gubernur KDH lokasi bangunan dipindahkan ke areal Asrama Tentara Pulau Tatas (yang saat ini menjadi lokasi Masjid Raya Sabilal Muhtadin),” jelasnya.
Amir Machmud dan H Aberani Sulaiman kata Mansyur mempertimbangkan pemindahan ini karena lokasi semula dibekas lokasi hotel dinilai kurang luas (terlalu sempit).
“Sedangkan lokasi Pulau Tatas terletak di pusat kota dan areanya cukup luas yakni 10,35 hektar,” jelasnya.
Selanjutnya, Pulau Tatas yang sebelumnya adalah lokasi asrama tentara dinilai sudah tidak sesuai lagi dijadikan asrama. Karena dirasa tidak cocok bila asrama tentara berada di pusat kota. Sedangkan jika di situ (Pulau Tatas) didirikan bangunan masjid, diharapkan menambah keindahan dan keserasian kota.
Disamping alasan strategis tersebut, tutur Mansyur pemilihan lokasi pembangunan Masjid Raya di Pulau Tatas adalah tepat. “Bila ditinjau dari sudut sejarah dengan pengertian sebagai makna simbolis perjuangan Bangsa Indonesia terhadap kolonialisme Belanda dan Inggris 350 tahun yang lalu,” imbuhnya.
Lebih lanjut, kata Mansyur mengutip pendapat Idwar Saleh (1982) penyerangan pertama Belanda atas Banjarmasin diperkirakan pada tahun 1545 tidak berhasil. Baru pada penyerangan kedua tahun 1606 barulah Belanda berhasil menduduki Banjarmasin dan mendirikan benteng pertahanan “Fort Tatas”. Nama ini diambil dari nama daerah itu sendiri yaitu Pulau Tatas.
“Perlu dipahami bahwa sebelumnya kota Banjarmasin lebih dikenal dengan sebutan Pulau Tatas yang berasal dari bahasa daerah watas artinya batas,” ujarnya.