BANJARMASIN, klikksel.com – Terhitung sejak 1 Januari 2024, Pemko Banjarmasin resmi menghapus retribusi untuk minuman beralkohol (minol), yang mana hal tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.
Meski pungutan retribusi telah dihapus, peredaran minol di lapangan masih dinilai cukup marak. Untuk itu, pengawasan dan pengendalian akan diperketat melalui pembentukan tim terpadu.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Banjarmasin Fitriah, menegaskan bahwa pembinaan terhadap pelaku usaha pariwisata tetap menjadi prioritas.
Terutama bagi usaha legal yang memang memiliki izin menjual minol, seperti hotel, bar, restoran, pub, dan diskotek yang ada di Banjarmasin.
“Pelaku usaha yang memiliki fasilitas hotel tentu diperbolehkan menjual minol. Tapi tetap harus patuh pada Perda Nomor 10 Tahun 2017,” ucapnya, Selasa (10/6/2025).
Baca Juga Pemko Banjarmasin Perkuat Regulasi Pada Peredaran Minol
Baca Juga Panggung Siring Balaikota Banjarmasin Dijadikan Tempat Pesta Minol
Perda Nomor 10 tahun 2017 itu mengatur tentang jarak lokasi penjualan minol minimal satu kilometer dari rumah ibadah, rumah sakit, dan tempat pendidikan.
Selain itu menurutnya, seiring perkembangan zaman dan meningkatnya sektor hiburan di Banjarmasin, kontribusi sektor jasa dan pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga ikut bertumbuh.
Hal itu tentu memunculkan wacana revisi terhadap regulasi yang ada agar tetap relevan dengan situasi terkini, tanpa mengabaikan nilai-nilai sosial yang berlaku.
“Banjarmasin ini kota jasa dan dagang, sektor pariwisata potensial mendongkrak PAD. Maka perlu dilihat lagi, apakah Perda ini masih sesuai dengan kondisi sekarang atau perlu revisi,” lanjutnya.
Selain itu pemko Banjarmasin tetap berkomitmen untuk menindak tegas praktik penjualan minol ilegal. Ia menyebutkan bahwa sejumlah lokasi penjualan liar telah dikenai tindakan sebagai upaya penegakan aturan.
Pemko Banjarmasin pun menegaskan akan terus menyikapi peredaran minol secara serius, baik dari sisi penertiban maupun penyesuaian regulasi yang mendukung terciptanya ekosistem usaha pariwisata yang sehat, legal, dan terkontrol.
“Kami terus edukasi dan sosialisasi. Tapi juga ada tindakan nyata terhadap penjual liar. Ini penting agar pelaku usaha resmi merasa terlindungi,” tandasnya.(fachrul)
Editor : Amran





