BANJARMASIN, klikkalsel.com – Belakangan ini warga Banjarmasin kembali dihebohkan dengan berita adanya kekerasan seksual yang dilakukan seorang ayah kandung kepada dua anak perempuannya sendiri.
Melihat peristiwa tersebut, dapat diprediksi bahwa perempuan secara signifikan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kekerasan seksual daripada laki-laki.
Lantas, apakah alasannya yang membuat perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan.
Dijelaskan Psikolog dari RSUD Ansari Saleh, Melinda Bahri,S.Psi., Anak-anak dan Perempuan memang rentan mengalami kasus kekerasan baik fisik maupun seksual.
“Bahkan pelaku kekerasan sebagian besar adalah orang terdekat dari korban, bisa orangtua, saudara, atau orang disekitar lingkungan korban,” ujarnya, Sabtu (13/5/2023).
Baca Juga Ayah Tega Setubuhi Dua Anak Kandung Perempuannya
Baca Juga Pelecehan Seksual yang Menimpa Remaja Dibawah Umur Kembali Terjadi Di Kota Banjarmasin
Kemudian, hal ini juga dipicu oleh banyak faktor yang mempengaruhi pelaku untuk melakukan hal-hal yang tidak terpuji tersebut.
“Bisa karena masalah psikologis, ekonomi, kebutuhan yang harus disegerakan, terpapar pornografi bahkan juga dari pengaruh obat-obatan terlarang,” sebutnya.
Dari faktor itu yang mendorong pelaku hingga mencari korban terdekat. Karena dirasa pelaku sangat mudah untuk dirayu dan diintimidasi agar kejadian yang tidak terpuji itu bisa ditutup-tutupi ke orang lain.
“Mudah dirayu dan diintimidasi agar kejadiannya tidak diketahui orang lain,” jelasnya.
Lebih lanjut, dari kekerasan seksual itu kebanyakan korbannya akan mengalami traumatik.
Karenanya, korban sudah pasti harus mendapatkan pendampingan dan pemulihan psikologis dari Psikolog untuk membantu mengatasi traumatik atas kejadian kekerasan seksual itu.
“Dari traumatik ini bisa ke masalah psikologis sampai ke depresi, gangguan mood dan juga berdampak ke relasi sosial korban dan aktivitas sehari-hari,” tuturnya.
“Bahkan korban akan cenderung menarik diri dari lingkunganya atau menghindari aktivitas sosial karena stigma yang ada,” lanjutnya.
Sementara itu, untuk pelaku perlu dilakukan psikoterapi atau memberikan terapi psikologis seperti Cognitive Behavior Therapy.
“Agar kedepannya cara berpikir dan pola perilaku si pelaku bisa berubah,” pungkasnya. (airlangga)
Editor: Abadi