BANJARMASIN,klikkalsel –Kurangnya menghargai terhadap karya seni rupa terkadang membuat sulit berkembangnnya potensi para seniman banua. Menjadi seniman lukis di Kalsel barangkali sebuah ironi yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki semacam cinta yang keras kepala.
Di tengah gaya hidup masyarakat Banjar yang kian materialistis, pragmatis dan, apa makna seni rupa bagi jiwa yang hampa? Itulah dialog, klikkalsel.com saat berbincang dengan seorang kolektor lukisan H Juni Rif’at, mantan Dirut Bank Kalsel.
“Kebanyakan orang lebih bergengsi dengan apa yang dimilikinnya seperti, Mobil, Rumah bahkan liburan keluar negeri dibanding memiliki kepuasan mengoleksi lukisan karya maestro lukis Indonesia dan dunia untuk memenuhi kebutuhan rohaninya,†katannya Jumat Sore disebuah ruang pameran di Taman Budaya kalimantan Selatan.(16/8/2019)
Mungkin itu salah satu penyebab kenapa para seniman seni rupa banua, yang patah arang dengan kondisi di daerah, hingga hijarah ke daerah lain, nama dan karyanya kemudian menjadi besar (juga mati) di banua urang.
Pelukis banua yang nama dan karyanya dikenal secara nasional dan internasional, misalnya, Gusti Sholihin Hassan (meninggal dunia di Pulau Dewata, Bali) dan Ifansyah (meninggal dunia di Yogyakarta).
“Misal Samson Mastur ,Ariffin Hamdi Zulian Rifani dan Adrian Karnadi adalah sederet nama pelukis yang mendedikasikan hidupnya bagi seni rupa di banua, dan sebagian besar orang kini telah melupakannya,†katannya.
Diakuinnya pula Kalimantan selatan khususnya Banjarmasin masih memiliki kekurangan Dukungan tentang seni rupa tersebut misal, Musium lukisan, Pendidikan seni rupa, bahkan pengamat dan sejumlah faktor lainnya.
“Meski para seni rupa sebagian yang berpindah tetapi belum mati masih banyak seniman-seniman banua yang menorehkan prestasi tetapi perlu dukungan,†ucapnnya.
Pameran Seni rupa dengan tema Rupa-rupa Topeng Merupa berlangsung tanggal 15 – 18 Agustus 2019. (Azka)
Editor : Amran