BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kongres Pemuda II di Batavia (Jakarta) pada 27-28 Oktober Tahun 1928 diungkapkan ada sebuah kelompok perwakilan Kalimantan yang juga menjadi kebanggan pemuda daerah untuk turut andil bagian di momen mencetuskan Sumpah Pemuda.
Hal itu diungkapkan Dosen Sejarah asal Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yaitu Mansyur, bahwa kelompok pemuda yang mewakili Kalimantan dan menjadi kebaggan pemuda di daerah saat itu bernama JONG BORBEO.
“Sayangnya, banyak pemerhati sejarah sekaligus akademisi yang meragukannya. Keraguan yang melahirkan kontroversi ini seputar keterlibatan Jong Borneo di Kongres Pemuda II itu,” kata Mansyur, Jumat (28/10/2022).
Keraguan ini diperkuat dengan dokumen Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoedi Indonesia yang memuat susunan Panitia Kongres Pemuda II Tahun 1928 dan memang tidak terdapat nama perwakilan Jong Borneo.
Susunan pengurus tersebut lengkapnya adalah Ketua: Sugondo Djojopuspito (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia), Wakil Ketua: Djoko Marsiad (Jong Java), Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Soematranen Bond), Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond), Pembantu I: Djohan Muh Tjai (Jong Islamieten Bond), Pembantu II: Kotjosungkono (Pemuda Indonesia), Pembantu III: Senduk (Jong Celebes), Pembantu IV: J. Leimena (Jong Ambon) serta Pembantu V: Rohjani (Pemuda Kaum Betawi).
Sebagai tambahan informasi, pada dokumen Hasil Kongres Pemuda II Tahun 1928 dalam ejaan aslinya, hanya menuliskan bahwa Acara Kongres Pemuda II Tahun 1928 adalah Kerapatan (Kongres) Pemoeda-Pemoeda Indonesia di Weltevreden (Jakarta), 27 sampai 28 Oktober 1928.
Ada anggapan bahwa, mereka yang melakukan sumpah sejatinya juga orang-orang Jakarta yang melakukan klaim sebagai perwakilan orang daerah.
Mereka menyebut diri sebagai Jong Sumateranan Bond, Jong Batak, Jong Java, Jong Ambon, Jong Islamieten Bond, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), Pemuda Kaum Betawi, atau Jong Celebes.
“Tapi tidak ada Jong Borneo,” ungkapnya.
Karena itu, lanjut Mansyur, keterlibatan Jong Borneo makin menimbulkan keraguan.
“Menurut Wajidi, pada sisi lain pada era tahun 1900-1930 an, terdapat beberapa organisasi pemuda “lebih suka” memakai nama Kalimantan,” imbuhnya.
Misalnya, selama belajar di OSVIA Makassar, tokoh pemuda Merah Djohansjah bersama M. Joesran dan M. Djahri mendirikan organisasi “Pemuda OSVIA Kalimantan” tahun 1925-1926.
Dari hak itu, kata Mansyur, Pemakaian nama “Kalimantan” ketimbang Borneo, menandakan bahwa mereka telah menjadikan Kalimantan sebagai lambang kepribumian dan kebebasan dari penjajahan dibanding Borneo yang lebih berkonotasi kolonialis dan asing.
Dengan deretan pernyataan ini, apakah memang ada Jong Borneo dan wakilnya di Kongres Pemuda II tahun 1928 tersebut?
Sebagai jawabannya, terdapat sumber tertulis yang menguatkan tentang keberadaan Jong Borneo di Kongres Pemuda II. Dalam hal ini ada dua tulisan. Achmad Darmawie, berjudul “Detik-Detik Perjuangan Kemerdekaan di Banjarmasin Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, berbentuk naskah ketikan, 1981, halaman 4.
Kemudian sumber lainnya, Anggraini Antemas dalam tulisannya Mutiara Nusantara Seri Kalimantan Selatan terbitan Amuntai, Mega Sapura, tahun 1988, halaman 90.
Keduanya menuliskan Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda itu, tidak hanya dihadiri para pemuda dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Maluku, karena ternyata pemuda Kalimantan juga turut hadir dalam peristiwa bersejarah itu.
“Pada kedua sumber sejarah bersifat primer dan sekunder ini menuliskan dua nama yakni Masri dan G. Obus atau Obos. Tentang kritik sumber, Achmad Darmawie adalah pelaku sejarah, anggota PRI yang pernah menjadi tahanan di penjara Banjarmasin,” ujarnya.
“Sumber ini lumayan kuat karena merupakan sifat sumber primer,” sambungnya.
Lebih lanjut, mengenai keraguan tentang Susunan Panitia Kongres Pemuda II Tahun 1928 yang memang tidak terdapat nama perwakilan Jong Borneo. Jawabannya, memang cukup sulit mengidentifikasi keberadaan anggota Jong Borneo apakah ada atau tidak.
Alasannya, karena dalam Kongres ini diwakili sekitar 750 orang dari perwakilan organisasi dari seluruh wilayah Hindia Belanda. Sebagai contoh dalam buku Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda (2015), hanya tercatat 82 nama yang tersusun secara alfabetis sebagai peserta Kongres Pemuda II, yang pada saat itu dinamakan Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda Indonesia di Weltevreden pada tanggal 27-28 Oktober 1928.
Mengenai kehadiran perwakilan Borneo (Kalimantan) yakni Masri dan G. Obus atau Obos, tidak diketahui apakah kehadiran mereka dalam Kongres Pemuda II itu selaku pribadi atau mewakili organisasi kepemudaan yang ada di Kalimantan.
Meski demikian, pada sisi lain kehadiran mereka bukan saja menandakan bahwa pemuda Kalimantan ada pada waktu peristiwa Sumpah Pemuda itu, dan yang terutama sekali adalah bahwa setelah kongres selesai mereka membawa kabar baru perkembangan pergerakan pemuda di tanah Jawa yang kemudian memberikan pengaruh terhadap perkembangan pergerakan pemuda di Kalimantan Selatan.
“Selain itu, terdapat kondisi atau hal yang menguatkan bahwa Jong Borneo memang ada,” ujarnya.
Kemudian, Kondisi di dekade awal tahun 1900 an, sudah muncul pemuda dan mahasiswa merupakan aktor utama dalam pergerakan kebangsaan di Kalimantan Selatan.
“Meski hanya segelintir pemuda pribumi Kalimantan Selatan yang mengecap pendidikan tinggi, peran mereka sangat signifikan,” katanya.
Diantara yang sedikit itu dapat disebut nama-nama seperti Amir Hassan Kiai Bondan, Citra Kumala Ajaib, Merah Djohansjah, M. Joesran dan M. Djahri. Mereka adalah lapisan pertama mahasiswa yang dikirim untuk belajar ke Jawa atau Sulawesi.
Amir Hassan Bondan karena memiliki hak yang dipersamakan dan merupakan putera Banjar pertama yang memasuki sekolah Europese Lagere School (ELS) tahun 1893, kemudian melanjutkan ke STOVIA .
“Namun tidak tamat,” imbuhnya.
Diketahui, Amir Hasan Bondan adalah salah seorang tokoh pendiri organisasi Seri Budiman (1901), Budi Sempurna, dan Srie, serta pengasuh Taman Bacaan (Het Leesgezelschap) dan majalah majalah mingguan Malam Djoe-ma’at.
Kemudian, mengenai masalah nama Borneo, walaupun ada golongan pemuda yang lebih suka memakai nama Kalimantan, tetapi di sisi lain sudah ada organisasi pemuda yang memakai nama Borneo sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda tahun 1928.
“Sebut saja diantaranya organisasi Serikat Dagang Borneo, didirikan tahun 1912 affiliasi dari organisasi Serikat Islam dengan tujuan untuk mengangkat ekonomi rakyat dan melawan monopoli dagang Cina dan Belanda,” ungkapnya.
“Kemudian ada Borneo Padvinder Organisatie (Organisasi Kepanduan Borneo), Organisasi kepanduan yang tertua di Kalimantan Selatan adalah Borneo Padvinder Organisatie (BPO) seperti yang diselenggarakan oleh Particuliere Hollands Inlandse School (PHIS) atau HIS Swasta pada tahun 1929 di Marabahan di bawah pengelolaan Sarekat Islam,” sambungnya.
Baca Juga : Peringati 160 Tahun Wafatnya Pangeran Antasari, Paman Birin: Generasi Muda Jangan Lupakan Sejarah
Baca Juga : Sejarah Stadion 17 Mei, Dibangun di Atas Tanah Lapang Bekas Sungai
Sebenarnya, kata Mansyur sebelum diadakannya Kongres Pemuda II tahun 1928, bertepatan dengan pendirian organisasi Sarekat Islam tahun 1912 oleh H. M Arif dan Sosrokardono, telah diadakan Kongres Pemuda di Borneo. SI yang saat itu mendapat keputusan Besluit Gubernur Jenderal No. 33 pada 30 September 1914, bergerak di bidang ekonomi, sosial, agama dan kebangsaan.
“Pada tahun 1919, HOS Tjokroaminoto datang ke Banjarmasin dalam rangka membenahi SI yang hampir beku kegiatan,” titurnya.
Pada tahun 1923 dan 1924 diadakan Nationaal Borneo Konggres I dan II yang diikuti Afdeling Borneo Selatan dan Timur, serta perwakilan Dayak, kongres ini menghasilkan Mosi Keberatan terhadap kebijakan Belanda bagi rakyat.
“Dalam perkembangannya, Ada empat poin penting yang dihasilkan Kongres Pemuda II yang berlangsung di Gedung Klub Indonesia, Jalan Kramat Raya No. 106 Jakarta Pusat,” jelasnya.
Pertama, mengucapkan ikrar sumpah pemuda. Kedua, penetapan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ketiga, penetapan Sang Merah Putih sebagai bendera Indonesia. Keempat, semua organisasi pemuda dilebur menjadi satu bernama Indonesia Muda.
Kesimpulannya, memang ada perwakilan perwakilan Borneo (Kalimantan) yakni Masri dan G. Obus/Obos dalam Kongres Pemuda II Tahun 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Hanya saja perlu penelitian lebih lanjut dan data pendukung, apakah kehadiran mereka dalam Kongres Pemuda II itu selaku pribadi atau mewakili organisasi kepemudaan yang ada di Kalimantan.
Termasuk apakah ada nama Jong Borneo yang ada di kala itu atau tidak. Masih perlu penelusuran data dan arsip pendukung lebih lanjut.
Walaupun demikian, paling tidak, ada arti penting yang bisa dipetik. Bahwa sejalan dengan perkembangan pergerakan kebangsaan yang terjadi setelah berlangsungnya Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, maka beberapa organisasi kepemudaan lokal yang berwatak kedaerahan di Kalimantan Selatan mulai mengembangkan diri ke arah kebangsaan.
“Mereka mulai menyadari bahwa kemerdekaan hanya dapat diraih melalui persatuan dan kebangsaan,” pungkasnya. (airlangga)
Editor: Abadi