Kalsel  

Kisah Yuni Sulaiman Jadi Santri di Ponpes Al Habib Muhammad Shodiq Probolinggo

BANJARMASIN, klikklsel.com – Pulang dari Australia langsung mondok. Yuni Abdi Nur Sulaiman, tak mampu membendung air matanya saat memasuki kawasan Pondok Pesantren (Ponpes) Islam Al Habib Muhammad Shodiq bin Husein (Ahlussunnah Wal Jamaah) pada Kamis (2/6/2023) pekan lalu.

Ponpes ini terletak di lereng Gunung Bromo,  Desa Brani Kulon, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Tangis harunya tumpah dipelukan Habib Muhammad Shodiq Bin Habib Husein bin Hadi Al Hamid yang menyambutnya di kamar rumahnya. Sosok panutan yang sudah dianggap orang tuanya ini, menyambut Yuni Sulaiman dari pembaringan karena kondisi uzurnya yang sudah genap berusia 80 tahun.

Ketua DPD Golkar Banjarmasin ini, memang sudah lama tidak menginjakkan kaki di Ponpes milik putra Waliyullah Al Arif Billah Habib Husein bin Hadi Al Hamid. Didampingi istrinya Auli Yuni Abdi, mereka disambut keluarga besar pemilik pesantren di Jawa Timur ini.

“Sudah lama tidak bersilaturahmi ke sini, makanya hari ini kami menapaktilasi lokasi masa kecil saat menjadi santri. Terutama untuk bertemu dengan Abah Shodiq langsung,” ungkap Ketua Umum Kerukunan Keluarga Bakumpai (KKB) ini.

Baca Juga : Teruskan Kebiasaan Baik Abah dan Mama, Hasnuryadi Sulaiman Serahkan Tali Asih ke Ponpes Rakha Amuntai

Baca Juga : Paman Birin Didampingi Guru Wildan Sowan ke Ponpes Tebuireng Jombang Jawa Timur

Lantas sejak kapan jadi santri di Ponpes Habib Muhammad Shodiq Probolinggo?

“Sejak saya pulang kembali ke Indonesia, setelah belajar dan sekolah di Australia. Tepatnya 2001 dan saya mondok di sini selama sembilan bulan lamanya. Saya sendiri yang meminta ke abah dan mama, untuk mondok di sini,” sebut putra keenam pasangan mendiang Haji Sulaiman HB dan Hajjah Nurhayati ini.

Alasannya? “Ada pergulatan batin sepulang dari Australia. Apalagi kita tahulah gaya kehidupan di Australia yang begitu terbuka dan bebas. Makanya saya bertekad kembali ke Indonesia, harus memperdalam ilmu agama sebelum memasuki dunia kerja.

Akhirnya saya memilih nyantri disini, karena memang jauh dari pusat kota dan berada di lereng Gunung Bromo yang sepi dan tenang,” papar Ketua Harian PS. Barito Putera.

Meski berlangsung tidak genap setahun menjadi santri, namun Yuni Sulaiman begitu menikmati mondok di ponpes tersebut. Ada rutinitas tidak biasa yang harus dilakukannya sepulang dari Australia. Disiplin berkopiah dan pakai sarung, hingga bangun sejak dinihari untuk mengikuti kajian sebelum salat subuh.

“Salah satu yang menjadi kendala di awal-awal dia (Yuni Sulaiman, red) menjadi santri di sini adalah bangun pagi. Makanya saya ditugaskan khusus oleh Abah Habib Shodiq, untuk membangunkan dia setiap dinihari menjelang subuh. Perlu waktu dan trik agar dia mau bangun ikut kajian,” jelas Umar Zaelani, Warga Desa Brani, Probolinggo yang menjadi rekan seangkatannya di Ponpes.

Umar sempat heran kepada Yuni Sulaiman karena saat belajar ilmu agama, ditangani dan berhadapan langsung dengan Abah Habib Shodiq, selaku pendiri pesantren.

“Istimewa dia (Yuni Sulaiman) mas, karena belajar langsung dengan Abah Habib Shodiq. Sedangkan murid-murid lain yang seangkatan dengannya, masih dititipkan dengan guru-guru yang lain,” jelas Umar.

Untuk mengisi liburnya, biasanya Umar Zaelani mengajak Yuni Sulaiman ke tanah lapang di samping Ponpes.

“Kami biasanya main layang-layang sepuasnya atau main bola bersama anak-anak santri yang lain,” kenang Umar yang turut menyambut kedatangan Yuni Sulaiman di kampungnya Desa Brani Kulon. (rel/restu)

Editor : Akhmad