JAKARTA, klikkalsel.com – Kementrian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) RI menaruh perhatian khusus terhadap penanganan masalah sampah di Kalsel yang masih menjadi pekerjaan rumah atau PR yang belum terselesaikan.
Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga Pusat dan Daerah Kementerian LH/BPLH RI, Hanifah Dwi Nirwana menyebut penanganan dan pengelolaan sampah di sejumlah kabupaten/kota di Kalsel belum terlaksana secara maksimal.
Misalnya di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar masih dijatuhi sanksi administrasi terkait pengelolaan sampah secara open dumping. Belum lagi, penerapan TPS 3R atau TPS Terpadu yang belum optimal di kabupaten/kota, menambah runyam pengolahan sampah.
Menurut Hanifah yang juga sebagai Plt. Deputi Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3), beban penanganan masalah sampah tidak bisa hanya disandarkan kepada pemerintah daerah.
Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalsel ini menyebut, perlu kontribusi nyata dari sisi masyarakat dalam mengelola sampah rumah tangga.
“Sehingga ini PR buat teman-teman di daerah bagaimana mengaktivasi TPS 3R. Kemudian bagaimana berlanjut TPS 3R,” ujarnya kepada awak media dalam agenda Presstour Pemprov Kalsel bersama Dinas Lingkungan Hidup Kalsel dan Biro Adpim Setdaprov Kalsel di Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2025).
Dia mengatakan, pengelolaan sampah rumah tangga telah berhasil dilakukan sejumlah daerah seperti Banyumas dan Ciamis. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat kabupaten/kota di Kalsel juga mampu mengelola sampah secara mandiri.
Baca Juga : Turnamen Futsal PWI-Adaro 2025 Berakhir, FWE Kalsel Jadi Jawara Baru
Baca Juga : Gubernur Kalsel Promosikan 156 Event Wisata Banua di Yogyakarta
Jika pengelolaan sampah dari hulu telah berhasil, tidak menutup kemungkinan bagi Kalsel bisa menetapkan Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) atau Waste-to-Energy (WTE).
Hanifah menerangkan, WTE merupakan solusi energi dari sampah. Teknologi ini dapat mengubah sampah menjadi listrik melalui proses pembakaran termal, biogas, atau teknologi insinerasi modern. Dengan begitu.
WTE menawarkan dua solusi sekaligus, mengurangi volume sampah yang menumpuk di TPA dan menghasilkan listrik yang bersih. Pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan berbasis teknologi ramah lingkungan, kata Hanifah, telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2025 Tentang Penanganan Sampah Perkotaan.
Hanifah menjelaskan, tantangan utama dalam membangun WTE ini terdapat di tingkat daerah terkait kesiapan pemerintah daerah. Salah satunya, daerah harus menyediakan volume sampah minimal 1.000 ton per hari agar proyek ini beroperasi optimal.
“Potensinya ada, tapi Kalimantan Selatan masih jauh lagi menjalankan teknologi ini. Idealnya 1.000 sampai 1.500 ton sampah perhari agar WTE ini dapat berkelanjutan, lebih baik mengatasi persoalan sampah di hulunya,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas LH Kalsel, Rahmat Prapto Udoyo mengakui Kalsel masih jauh lagi dalam mengembangkan WTE. Selain nominal sampah, kemampuan keuangan daerah juga diakuinya cukup berat menjalankan program tersebut.
“Memang ada beberapa yang menawarkan diri kita akan kaji seperti yang ibu sampaikan tadi,” ujar Rahmat.
Pemprov Kalsel, lanjut Rahmat, saat ini lebih memfokuskan penanganan sampah di tingkat hulu. Seperti terus mendorong dilakukan pemilahan sampah dari rumah tangga, agar residu yang dibuang ke TPA dapat diminimalisir.
“Kita fokus membenahi sampah di hulunya dulu,” pungkasnya. (rizqon)
Editor: Abadi





