BANJARMASIN, klikkalsel.com – Belum lama ini warga Banjarmasin kembali dihebohkan dengan adanya tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan oleh orangtuanya kepada kedua anak kandungnya.
Kabar itu kian menjadi perbincangan hangat dan juga menuai pendapat atas tindakan keji orangtua yang mana dianggap bisa saja menghancur masa depan anaknya.
Sementara, kasus tersebut masih berlanjut dan saat ini tengah ditangani Polresta Banjarmasin.
Menanggapi kasus tersebut, Dr Afif Khalid selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari berpendapat, jika pelaku pelecehan seksual terhadap anak kandung atau di bawah umur tersebut harus dihukum seberat-beratnya.
“Sesuai undang-undang 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, artinya orangtua seperti yang memperkosa atau menggauli anaknya itu adalah perbuatan biadab,” ujarnya, Rabu (10/5/2023).
Baca Juga Ayah Tega Setubuhi Dua Anak Kandung Perempuannya
Baca Juga Pelecehan Seksual yang Menimpa Remaja Dibawah Umur Kembali Terjadi Di Kota Banjarmasin
“Baik itu dari konteks moral, agama dan hukum yang artinya nanti dalam proses penegakan hukumnya harus dihukum seberat beratnya,” sambungnya.
Hukuman seberat beratnya itu harus diberikan dan tidak melihat alasan mendasar orangtuanya tersebut hingga tega melakukan perbuatan yang tidak pantas itu.
“Karena dari awal dia telah melakukan perbuatan biadab yang bertentangan dengan moral, agama dan hukum sehingga sangat layak untuk dihukum berat jika terbukti bersalah,” tuturnya.
Hukuman itu diberikan, kata Afif sebagai efek jera agar yang berbuat tidak melakukanya lagi baik itu kepada orang lain maupun anak kandungnya sendiri yang menjadi korban.
“Kepada orang lain saja dihukum berat, apalagi ini anak kandung harus lebih berat, mengacu pada undang-undang 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak,” imbuhnya.
Lebih lanjut, kata Afif dalam menangani kasus ini juga harus memperhatikan korban. Sehingga selama pendampingan hukum berjalan akan disesuaikan agar tidak mengganggu secara psikologisnya.
“Memperhatikan agar psikologis anak sebagai korban tidak terganggu,” pungkasnya. (airlangga)
Editor: Abadi