BANJARMASIN, klikkalsel.com – Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggantikan frasa komunitas gay. Istilah ini telah digunakan sejak tahun 90-an. Akronim ini biasa disematkan kepada mereka yang memiliki orientasi seksual diluar heteroseksual (ketertarikan seksual kepada lawan jenis) seperti biseksual ( ketertarikan seksual kepada pria dan wanita) maupun homoseksual (ketertarikan seksual sesama jenis).
Keberadaan pelaku LGBT ini sudah ada sejak lama, bahkan dibeberapa kitab suci agama keberadaan mereka dikabarkan sudah ada sejak jaman nabi-nabi.
Meskipun dibeberapa negara barat sikap ini bukan dianggap sebagai sebuah penyimpangan, namun di Indonesia hingga saat ini mayoritas masyarakat masih menganggap perilaku ini adalah sesuatu yang menyalahi aturan moral serta agama.
Yang masih menjadi pertanyaan besar bagi sebagian besar masyarakat, apakah kaum “Bendera Pelangi” ini bisa dipidanakan atas perilaku disorientasi seks mereka?
Angga D Saputra SH MH, seorang praktisi hukum di Banjarmasin menjelaskan di Indonesia hingga saat ini tidak ada aturan hukum secara spesifik yang mengatur terkait perilaku tersebut. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini dipakai di Indonesia ujarnya belum mengakomodir adanya pidana bagi pelaku LGBT.
“Kalo aturan secara spesifik saat ini di KUHP memang belum ada. Yang ada di RUUKUHP, rencananya akan ada aturan pidana terkait itu,” ucapnya pria yang menjabat sebagai Direktur Kantor Hukum A.P & Associates , Kamis (29/9/20220)
Namun ujarnya, RUUKHP hingga saat ini masih belum di sahkan sehingga tidak dapat dijadikan landasan hukum bagi penegakan hukum di Indonesia.
Ujarnya ada ketentuan hukum yang dapat dikenakan jika perbuatan menyimpang tersebut dilakukan di area publik atau aksi mesum mereka dibagikan ke media sosia. Jika hal itu dilakukan akan ada pasal atau aturan yang dapat menjerat dan mempidanakan mereka.
Baca Juga : Polisi Terus Melakukan Penyelidikan Viralnya Video Sesama Jenis di Banjarmasin
Baca Juga : Kembali Beredar Video Mesum Sesama Jenis di Banjarmasin, Pelaku Diduga Mahasiswa
“Misal di media sosial, mereka dapat dijerat dengan UU ITE atau pornografi,” jelasnya.
Sebenarnya ada aturan yang bisa menjerat kaum homoseksual, yakni pasal 292 KUHP; “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya hal belum dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun”. Namun ujarnya jelas dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa korban atau pelakunya harus anak di bawah umur.
“Jadi sebenarnya tidak terlalu efektif juga, karena kalau di bawah umur UU perlindungan anak juga bisa digunakan untuk (menjerat) mereka,” ucapnya.
Untuk itu ia berharap agar penegak hukum untuk memberikan hukuman maksimal kepada para pelaku LGBT maupun yang menyebarkan aksi mesum mereka. Karena itu lah yang saat ini bisa dilakukan untuk memberikan efek jera sehingga tidak ada yang mengikuti jejak mereka.
Ia pun berharap kepada pihak kepolisian untuk lebih proaktif menyikapi setiap laporan maupun informasi terkait eksistensi para pelaku LGBT, baik di media sosial maupun platform lain. Sehingga mereka yang ingin bergabung dengan kaum tersebut menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Sejauh ini menjamurnya sifat abnormal itu ujarnya akibat bebasnya kaum LGBT memamerkan hubungan mesranya di media sosial.
Selain itu, ia pun berharap kepada stasiun televisi dan agent talent tidak memberikan ruang kepada artis atau mereka yang ‘dicap’ sebagai pelaku LGBT.
“Supaya para kaum muda tidak meniru perbuatan public figure yang menyimpang tersebut,” tegasnya.
Senada dengan Angga D Saputra, Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin Kompol Thomas Afrian juga menyebut sejauh ini tidak ada peraturan undang-undang yang dapat memenjarakan pelaku LGBT selama mereka tidak melakukan perbuatan mesumnya di ruang publik atau membagikannya ke media sosial.
Ia juga menyebut keberadaan Pasal 292 KUHP hanya dapat diterapkan jika salah satu pelakunya adalah anak di bawah umur. “Itu contohnya seperti kasus sodomi anak di bawah umur,” jelasnya.
Ia menyebut sejauh ini hukum tidak dapat menyentuh mereka jika perilaku menyimpang tersebut dilakukan di ruang-ruang privat. “Jika mereka melakukannya sembunyi-sembunyi di dalam kamar, kita tidak bisa apa-apa. Karena tidak ada undang-undang yang mengatur itu,” jelasnya.
Sehingga, yang saat ini penting dilakukan adalah sikap sosial yang tidak memberikan ruang bagi mereka agar tidak merasa keberadaannya ‘direstui’ oleh masyarakat. Ia pun mengajak seluruh masyarakat agar peduli dengan hal-hal yang menyimpang ini dengan cara memberikan edukasi dan pemahaman kepada kaum muda yang rentan terjerumus terhadap lingkungan tersebut.
“Mari kita bersama, baik itu pemerintah daerah, tokoh agama dan stakeholder yang lain kita berikan kepedulian sosial kepada hal ini dengan cara bersama-sama mengedukasi agar hal seperti ini tidak dianggap lazim di tengah masyarakat,” ajaknya.
Di sisi lain saat ini pihaknya telah menerima satu laporan terkait adanya penyebaran video tak senonoh sesame jenis dan masih melakukan penyelidikan terkait itu. (David)
Editor: Abadi