BARABAI, klikkalsel.com – Menjalankan budidaya madu kelulut tidaklah semulus yang selalu dipikirkan oleh banyak orang.
Ujang (29) Warga Desa Atiran, Kecamatan Batang Alai Timur (BAT), Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) jatuh bangun menjalankan budidaya tersebut di belakang rumahnya.
Salah satu yang dihadapi Ujang adalah kaburnya Kelulut dari sarang yang diakibatkan oleh berbagai binatang liar yang memakan induk Kelulut di sarangan tersebut.
Mengatasi hal tersebut, Ujang rutin melakukan patroli sarangan setiap malam dengan menyemprotkan Baygon guna mengusir binatang liar yang mengancam sarangannya.
“Semut besar, Cecak, Kecoa, Kalajengking biasanya memakan induk kelulut. Sehingga dengan Baygon binatang-binatang tersebut dapat diatasi,” ucapnya.
Bahkan, dalam seminggu Ujang menghabiskan 5 botol Baygon guna membantu penjagaan sarangan kelutunya agar tetap berkembang.
Diketahui, Kelulut merupakan lebah hutan Meratus berwarna hitam yang tidak bersengat dan menghasilkan madu dengan rasa sedikit asam.
Uniknya, lebah jenis ini juga memakan sari bunga dan sering bersarang di dalam batang pohon atau kayu berlobang.
Madu kelulut dijamin keasliannya karena para budidayawan tidak mau mencampurnya dengan bahan apapun. Organiknya pun diambil dari sarang di dalam kayu.
Kemudian, untuk mendapatkan sarangan kelulut tersebut, Ujang rela membeli seharga Rp 150 – 200 ribu untuk satu sarang yang ada di sekitaran lahan masyarakat di hutan Pegunungan Meratus Batang Alai Timur.
“Kalau orang mengantar ke rumah biasanya saya beli seharga Rp 200 ribu, dan kalau saya yang mengambil sendiri ke hutan saya beli seharga Rp 150 ribu untuk satu sarangan,” tambah Ujang.
Lebih lanjut, Jenis kelulutnya pun sangat beragam. Namun yang Ujang budidayakan tersebut berjenis Trigona itama yang lebih mudah ditemui dan mudah dibudidayakan.
Selain itu, madu kelulut juga memiliki banyak khasiat, karena berasal dari kelulut yang hidup dan berkembang biak dengan memakan nektar bunga-bunga berkhasiat obat di Pegunungan Meratus.
“Madu ini bisa mengobati sakit perut, sakit gigi, dan berbagai penyakit lainnya. Bahkan salah satu produksi yang dikembangkan juga sebagai bahan untuk kecantikan seperti Propolis yang sering kita dengar di pasaran,” ungkapnya.
Selanjutnya, Ujang pun berharap ada pihak yang mau membantu atau bekerjasama untuk mengembangkan budidayanya tersebut. Karena untuk, menjalankannya diperlukan operasional lumayan besar.
“Pengadaan satu sarangan bisa mencapai Rp 300 ribuan, belum lagi pemeliharaan harian seperti Baygon tadi yang bisa menghabiskan 5 kaleng dalam seminggu. Semoga ada pihak yang mau membantu bekerjasama untuk mengembangkan ini, baik dari pemerintah maupun swasta,” tutup Ujang.(dayat)
Editor : Amran