BANJARMASIN, klikkalsel.com – Akhir tahun 2022 tadi diwarnai dengan harga beras lokal jenis Mayang yang melambung mencapai Rp19.000 per liter. Kini harga beras lokal di pasaran masih bertahan di atas normal. Kondisi ini berujung dugaan adanya permainan tengkulak.
Salah satu penjual beras lokal di Manarap, Kabupaten Banjar, Adiansyah mengatakan belum ada penurunan harga beras. Informasi yang diperolehnya lantaran keterbatasan stok.
“Harga masih tinggi untuk beras banjar atau lokal masih tinggi,” ucapnya, Senin (2/1/2022).
Lanjut, kata Adi yang juga sebagai petani, kemungkinan keterbatasan stok beras lokal tersebut dampak gagal panen akibat serangan hama tungro pada tahun lalu.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalsel, Syamsir Rahman menerangkan serangan hama tungro tahun lalu tidak begitu signifikan terhadap produksi padi. Alasannya, produksi beras lokal bisa dikatakan gagal panen jika mencapai 50 persen lebih dari target.
“Target produksi kita itu sekitar 1 juta ton. Kita masih produksi sekitar 877 ribu ton, jadi hama tungro itu hanya memakan sekitar 150 ribu ton saja,” jelasnya.
Dia menyayangkan, informasi berseliweran tentang kekurangan stok pangan di Kalsel.
Dia pun membantah hal tesebut dengan kondisi stok beras terkini mencukupi di beberapa daerah, salah satunya di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu.
“Di Batulicin, semua tiga komunitas beras ada. Beras lokal ada, beras unggul ada, beras dari Jawa dan Sulawesi juga ada,” sebutnya.
Baca Juga : Penabrak Ojol di Depan Taman Budaya Banjarmasin Mabuk dan Tak Punya SIM
Baca Juga : Pajak Hiburan Malam Naik 40 Persen
Dia pun menduga ada permainan tengkulak mengendalikan harga beras di pasaran.
“Itu sudah pasti,” tegasnya.
Ditegaskannya pemerintah di kabupaten/kota agar menyiapkan langkah-langkah guna mengantisipasi permainan tengkulak. Misalnya ketersediaan anggaran pembelian gabah petani.
“Anggarkan aja per kabupaten-kabupaten itu Rp 5 miliar, mungkin saat panen dibeli gabah petani kemudian taruh di gudang untuk menghindari spekulan,” ucapnya.
Pemerintah di kabupaten, ujarnya, harus mau membeli gabah di atas penawaran tengkulak. Hal ini menjadi salah satu cara mengunci ruang gerak tengkulak mengendalikan harga beras.
“Biasanya pada saat panen, tengkulak atau spekulan itu membeli ke petani. Misalnya mereka membeli dengan Rp 7 ribu harga standar di bawah, lalu pemerintah kabupaten membeli dengan harga Rp 8 ribu. Jadi mereka tidak bisa membeli lagi, gampang sebenarnya kan,” pungkasnya. (rizqon)
Editor: Abadi





