BANJARMASIN, klikkalsel.com – Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah saat ini bukan lagi berstatus sebagai Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru berdasarkan Surat Keputusan (SK) KPU Kota Banjarbaru Nomor 124 Tahun 2024 tertanggal 31 Oktober 2024.
Terbitnya SK pembatalan pasangan calon kepala daerah oleh KPU Banjarbaru tersebut menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Kalsel dengan nomor registrasi 01/REG/LP/PW/Prov/22.00/X/2024 sebagai pelanggaran administrasi Pemilihan tertanggal 28 Oktober 2024.
Aditya yang sebelumnya sebagai kandidat petahana dinyatakan melanggar Pasal 71 Ayat (3) UU Pemilihan Kepala Daerah dengan sanksi pembatalan sebagai calon.
Sanksi tersebut sebagaimana diatur Pasal 71 Ayat (5) UU Pilkada menyatakan “Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dan Ayat (3) petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.”
Sementara itu, Ketua KPU Kalsel, Andi Tenri Sompa menerangkan keputusan yang diambil KPU Banjarbaru tersebut sesuai rekomendasi hasil kajian Bawaslu Kalsel.
“Sebelumnya KPU Kalsel sudah menelaah, sebelum merekomendasikan kepada KPU Banjarbaru untuk memutuskan,” kata Andi Tenri dikonfirmasi saat berada di Jakarta melalui sambungan telepon, Jumat (1/11/2024).
Andi menyebut, pihaknya berhak menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan Bawaslu Kalsel.
Hal itu berdasarkan PKPU 15 Tahun 2024 dan UU No 10 Tahun 2016.
“Intinya kami berhak menindaklanjuti rekomendasi itu,” tukasnya.
Andi Tenri juga mempersilakan Aditya-Said untuk menempuh jalur hukum. Baik itu melayangkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) atau Mahkamah Agung (MA) jika keberatan atas putusan pembatalan sebagai calon.
Baca Juga : Rekomendasi Bawaslu, KPU Banjarbaru Batalkan Pencalonan Aditya – Said Abdullah
Baca Juga : Dilaporkan Wartono ke Bawaslu Kalsel, Aditya Terancam Pembatalan Sebagai Calon Kepala Daerah Banjarbaru
Lantas lebih potensial mana jalur hukum dilakukan pihak Aditya-Said untuk mengajukan banding? Pengamat hukum dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Ahmad Fikri Hadin memberikan pertimbangan antara dua pilihan PT TUN atau MA.
Menurut Fikri Hadin, untuk memperingkas waktu proses banding lebih baik di MA. Hal tersebut, ujarnya, mengingat hanya tersisa kurang 26 hari menuju pemungutan suara pada 27 November 2024 mendatang.
“Kalau melihat mekanisme beracara di PT TUN memerlukan waktu yang cukup panjang,” ucapnya.
“Sehingga kalau kita melihat Undang-Undang Pilkada, untuk melakukan upaya hukum membatalkan SK Pembatalan KPU ini satu-satunya di Mahkamah Agung. Masa jeda untuk melakukan upaya hukum itu tiga hari saja setelah ditetapkan oleh KPU,” lanjut dia.
Dia menerangkan, MA berhak mengadili sengketa proses Pilkada khususnya terkait pelanggaran administrasi pemilihan (PAP) seperti pada perkara Aditya-Said. Dasar kewenangan MA mengadili perkara PAP adalah Pasal 135A ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016.
Dia memberikan gambaran, kasus serupa pernah terjadi pada Pilkada sebelumnya. Seorang calon petahana melanggar pasal 71 ayat 3 junto ayat 5 didiskualifikasi oleh KPU.
”Terus dia melakukan upaya hukum ke Mahkamah Agung, dan Mahkamah Agung mengembalikan lagi statusnya sebagai calon. Nah itu bisa jadi yurisprudensi yang bisa digunakan saudara Aditya dan Said untuk upayakan hukum ke Mahkamah Agung,” pungkasnya. (rizqon)
Editor: Abadi